Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan, kelompok bersenjata di Aceh Din Minimi bukan menuntut pemisahan dari NKRI, tapi mereka kecewa pada Pemerintahan Aceh sekarang ini.
"Di mata saya, kelompok bersenjata Din Minimi tidak menuntut untuk pemisahan diri dari NKRI, tapi mereka kecewa atas sikap pemerintahan di Aceh yang ada sekarang," ujar Sutiyoso saat melakukan konferensi pers di Lhokseumawe, Selasa.
Sutiyoso menambahkan, kelompok tersebut sangat tidak puas atas kinerja mantan elit-elit GAM yang sekarang mendapatkan kesempatan di pemerintahan dan mereka merasa telah ditelantarkan, sehingga terjadilah pergolakan.
Sehingga tuntutan kelompok bersenjata tersebut sangat rasional, yaitu meminta program reitegrasi yang sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki untuk dilanjutkan.
Selain itu, meminta para anak-anak yatim dan janda akibat konflik di Provinsi Aceh untuk diperhatikan dengan baik, jangan sampai kehidupannya menjadi terkatung-katung dan diabaikan.
Tuntutan yang sangat kritis yaitu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun ke Aceh, karena mereka menilai ada kejanggalan dalam pengelolaan APBD dan nilainya pun sangat tinggi.
"Bahkan dalam Pilkada tahun 2017 nanti, mereka meminta harus ada peninjau independen. Mengapa hal itu harus ada, karena tidak mau ada pihak-pihak tertentu yang melakukan intervensi," tutur Sutiyoso.
Tambahnya, permintaan mereka yang terakhir mengenai amnesti untuk seluruh kelompoknya, 120 orang yang ada di lapangan dan 30 orang yang sudah dipenjara. Permintaan tersebut merupakan sangat wajar, apalagi dalam MoU Helsinki kalangan GAM juga meminta amnesti.
Sebelum menemui Din Minimi, mantan Panglima Kodam Jaya tersebut sudah menemui Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Komisi III DPR RI dan Ketua Komnas HAM, maka semuanya tidak ada yang mempermasalahkan mengenai amnesti tersebut.
"Mengenai amenesti ini harus menunggu waktu. Bagaimana membuat Din Minimi paham betul dan tidak mungkin meminta amnesti tapi masih menenteng senjata, makanya mereka bersepakat untuk menyerahkan seluruh senjatanya," ungkap Sutiyoso.
"Di mata saya, kelompok bersenjata Din Minimi tidak menuntut untuk pemisahan diri dari NKRI, tapi mereka kecewa atas sikap pemerintahan di Aceh yang ada sekarang," ujar Sutiyoso saat melakukan konferensi pers di Lhokseumawe, Selasa.
Sutiyoso menambahkan, kelompok tersebut sangat tidak puas atas kinerja mantan elit-elit GAM yang sekarang mendapatkan kesempatan di pemerintahan dan mereka merasa telah ditelantarkan, sehingga terjadilah pergolakan.
Sehingga tuntutan kelompok bersenjata tersebut sangat rasional, yaitu meminta program reitegrasi yang sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki untuk dilanjutkan.
Selain itu, meminta para anak-anak yatim dan janda akibat konflik di Provinsi Aceh untuk diperhatikan dengan baik, jangan sampai kehidupannya menjadi terkatung-katung dan diabaikan.
Tuntutan yang sangat kritis yaitu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun ke Aceh, karena mereka menilai ada kejanggalan dalam pengelolaan APBD dan nilainya pun sangat tinggi.
"Bahkan dalam Pilkada tahun 2017 nanti, mereka meminta harus ada peninjau independen. Mengapa hal itu harus ada, karena tidak mau ada pihak-pihak tertentu yang melakukan intervensi," tutur Sutiyoso.
Tambahnya, permintaan mereka yang terakhir mengenai amnesti untuk seluruh kelompoknya, 120 orang yang ada di lapangan dan 30 orang yang sudah dipenjara. Permintaan tersebut merupakan sangat wajar, apalagi dalam MoU Helsinki kalangan GAM juga meminta amnesti.
Sebelum menemui Din Minimi, mantan Panglima Kodam Jaya tersebut sudah menemui Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Komisi III DPR RI dan Ketua Komnas HAM, maka semuanya tidak ada yang mempermasalahkan mengenai amnesti tersebut.
"Mengenai amenesti ini harus menunggu waktu. Bagaimana membuat Din Minimi paham betul dan tidak mungkin meminta amnesti tapi masih menenteng senjata, makanya mereka bersepakat untuk menyerahkan seluruh senjatanya," ungkap Sutiyoso.