Sabang (ANTARA Aceh) - Alumni Inland Norway University of Applied Sciences (INN) Samarullah, RN, MPH mengungkapkan, sebanyak 40,2 persen anak yang berusia dari 13 sampai 15 tahun di Sabang, Aceh, perokok aktif, sehingga pemerintah perlu mencari solusi pencegahan.
"Hasil penelitian yang saya lakukan dari Januari sampai dengan Juni 2017, sebanyak 40,2 persen anak usia 13 sampai 15 tahun perokok aktif," sebut Samarullah yang didampingi Prof Knut R Skulberg, BSc, MD, PhD dari INN Oslo, Norwegia di Sabang, Rabu.
"Riset yang saya lakukan ini dalam rangka menyelesaikan studi S2 saya di INN Oslo, Norwey dan rumus yang saya gunakan sesuai dengan yang digunakan oleh World Health Organization (WHO)," tutur dia.
Perokok aktif di Sabang tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional sebagaimnana yang dipublikasikan oleh WHO pada tahun 2014 yakni 36,2 persen.
Samarullah menjelaskan, faktor utama yang mempengaruhi anak tersebut merokok, mereka mudah mendapatkannya dan bisa membelinya per batang serta harganya pun terjangkau.
"Banyak faktor yang menyebabkan anak merokok, di antaranya anggota keluarga, pengaruh lingkungan, stres dan mudahnya anak mendapatkan rokok di warung serta bisa membeli per batang dengan harga yang murah," jelas Dosen Akper Ibnu Sina Sabang itu.
Lebih lanjut katanya, hasil penelitian tersebut menunjukkan mereka masih sebagai perokok awal, namun pemerintah daerah diharapkan tidak menyepelekan atau menganggap remeh karena bisa menjadi masalah besar dikemudian hari dan dikhawatirkan sulit untuk diatasi.
"Pemerintah harus membuat peraturan yang ketat seperti, melarang merokok di tempat umum, transportasi umum, sekolah, kantor dan restoran," usulnya.
Kemudian ia juga menambahkan, untuk menekan angka perokok pasif maupun aktif di kalangan anak-anak, remaja maupun dewasa pemerintah harus menaikkan harga rokok.
"Di Norwey harga rokok sebungkus lebih kurang kalau dirupiahkan Rp227.350 dan di Indonesia harganya sangat murah Rp1.000 per batang, sehingga terjangkau bagi semua kalangan, termasuk anak-anak," sebutnya lagi.
Untuk mencegah generasi bangsa dari bahaya merokok, alumni Inland Norway University of Applied Sciences berharap, pemerintah melakukan penyuluhan rutin dan menyebarluaskan informasi dampak dari rokok tersebut melalui media cetak, elektronik maupun online.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Nila Djuwita Moeloek menyatakan, bahwa epidemi konsumsi rokok di Indonesia telah mencapai titik yang mengkhawatirkan, bahkan lebih dari sepertiga penduduk atau 36,3 persen merupakan perokok.
Sebanyak 20 persen remaja usia 13 tahun hingga 15 tahun adalah perokok.
Prevalensi perokok laki-laki dewasa di Indonesia, bahkan yang paling tinggi di dunia, yaitu 68,8 persen, padahal, rokok merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit tidak menular, seperti kanker, penyakit jantung, dan pembuluh darah, serta penyakit paru.
"Mayoritas penyakit tidak menular diasosiasikan dengan gaya hidup tidak sehat, yaitu kurang olahraga, kurang konsumsi buah dan sayuran, serta merokok dan minum-minuman beralkohol," tuturnya.
Menteri Kesehatan RI juga mengatakan, kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235.000 jiwa setiap tahun dan memicu penyakit-penyakit yang memerlukan biaya pengobatan relatif cukup besar.