Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Aceh menyatakan, mayoritas alat tangkap yang digunakan kapal perikanan setempat didominasi pukat cincin.
"Dominannya kapal perikanan di pelabuhan samudera ini menggunakan alat tangkap puse seine," ujar Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Kamil Sayuti di Banda Aceh, Rabu.
Ia menjelaskan, pukat cincin merupakan alat tangkap dengan jaring melingkar dan menggunakan tali kerut terletak di bagian paling bawah jaring.
Penggunaan tali kerut itu memungkinkan jaring untuk ditutup, atau seperti pundi-pundi terbalik dan mengurung ikan yang tertangkap.
Kapal dengan pukat cincin tersebut dapat berukuran sangat besar, dan bila dioperasikan menggunakan satu sampai dua unit kapal perikanan.
Data pihaknya tahun 2017 tercatat, kini terdapat 359 unit kapal perikanan dengan jenis alat tangkap menggunakan 261 pukat cincin dan sisanya mengunakan 98 pancing ulur dengan 3.949 orang anak buah kapal.
"Lazimnya nelayan di pelabuhan ini, bisa melaut satu sampai 10 hari. Mereka melaut hingga ke Samudera Hindia," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan di awal tahun ini, memutuskan untuk memperbolehkan pemakaian alat tangkap cantrang, sembari beralih ke alat yang lebih ramah lingkungan.
"Selama masa pengalihan, (nelayan dengan kapal cantrang) bisa melaut dengan ketentuan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Seharusnya, izin penggunaan cantrang habis di akhir tahun 2017. Akan tetapi nelayan masih mengajukan protes, karena belum bisa mengakses alat pengganti cantrang.
Dasar larangan mengenai penggunaan alat tangkap cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.
Walau peraturan ini telah diterbitkan pada 2015, tapi untuk pelaksanaannya ditunda selama dua tahun atas dasar permintaan nelayan kepada Ombudsman dan efektif penundaan tahun 2017.
Alat tangkap kapal ikan Lampulo pukat cincin
Rabu, 7 Maret 2018 23:00 WIB