Otak pelaku pembunuhan dua orang aktivis, Maraden Sianipar (55) dan Martua P Siregar (42), ternyata adalah pemilik perusahaan perkebunan PT Sei Ali Berombang/Koperasi Serba Usaha Amelia, Wibharry Padmoasmolo.
Dia menyuruh para eksekutor menghabisi nyawa kedua aktivis tersebut karena dendam terkait konflik lahan perkebunan kelapa sawit di desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu.
Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto ketika gelar kasus di Mapolda Sumut di Medan, Jumat (8/11), mengatakan Wibharry Padmoasmolo (40) alias Harry merupakan pemilik perusahaan perkebunan yang sudah berkali-kali mengusir dan memperingatkan para penggarap dari kelompok atau grup korban Maraden Sianipar dan siapa saja yang menggarap di perkebunan tersebut.
Baca juga: Akademisi minta polisi ungkap kasus pembunuhan sadis dua wartawan
Baca juga: Pria tanpa identitas ditemukan tewas bersimbah darah di depan ruko
"Karena sering terjadi cekcok dengan para penggarap grup Maraden Sianipar, si Wibharry Padmoasmolo ini memerintahkan para eksekutor untuk menghabisinya," katanya.
Dari hasil penyelidikan, kepolisian berhasil mengamankan Victor Situmorang alias Pak Revi dan Sabar Hutapea alias Pak Tati di rumah kediaman tersangka di Sei Berombang Panai Hilir, kemudian Daniel Sianturi di rumah saudaranya di desa Janji Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbahas dan Jampi Hutahaean di kos-kosan Jalan Jamin Ginting Kabanjahe Kabupaten Karo atas keterlibatan mereka dalam peristiwa pembunuhan itu.
Para eksekutor dibayar Rp 40 juta oleh otak pelaku untuk menghabisi kedua aktivis tersebut.
Kapolda menambahkan, para pelaku pembunuhan memukul menggunakan kayu sepanjang satu meter dan memasukkan mayat Maraden Sianipar dan Martua Siregar ke parit perkebunan.
Baca juga: Asmara dan warisan jadi motif pembunuhan korban yang jasadnya dicor
Baca juga: Terungkap, jasad pria korban pembunuhan dicor di lantai mushalla
Tiga orang tersangka lainnya yakni Joshua Situmorang (20), Rikky (20) dan Hendrik Simorangkir (38) masih dalam pengejaran aparat kepolisian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, para pelaku menghabisi korban karena perebutan lahan. Motif pembunuhan karena dendam terkait konflik lahan perkebunan kelapa sawit di daerah itu.
"Para pelaku ini akan diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup sesuai tindak pidana dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain atau pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 340 subsider 338 junto 55,56 KUHP," katanya.
Baca juga: Dua pria ditemukan tewas penuh luka bacok di sekujur tubuh
Martua Siregar dan Maraden Sianipar semasa hidup mengadvokasi lahan perkebunan kelompok warga yang sering berkonflik dengan PT SAB/KSU Amelia.
Belakangan diketahui, Martua Siregar berkecimpung di bermacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kewartawanan. Namun, lebih aktif di LSM untuk mengadvokasi kelompok warga terkait konflik lahan perkebunan. Sementara, di bidang kewartawanan kurang digeluti.
Sedangkan Maraden Sianipar yang ikut mengadvokasi konflik lahan merupakan mantan calon anggota legislatif tahun 2019-2024 dari Partai Nasdem dapil IV Panai Tengah dan Panai Hilir.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Dia menyuruh para eksekutor menghabisi nyawa kedua aktivis tersebut karena dendam terkait konflik lahan perkebunan kelapa sawit di desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu.
Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto ketika gelar kasus di Mapolda Sumut di Medan, Jumat (8/11), mengatakan Wibharry Padmoasmolo (40) alias Harry merupakan pemilik perusahaan perkebunan yang sudah berkali-kali mengusir dan memperingatkan para penggarap dari kelompok atau grup korban Maraden Sianipar dan siapa saja yang menggarap di perkebunan tersebut.
Baca juga: Akademisi minta polisi ungkap kasus pembunuhan sadis dua wartawan
Baca juga: Pria tanpa identitas ditemukan tewas bersimbah darah di depan ruko
"Karena sering terjadi cekcok dengan para penggarap grup Maraden Sianipar, si Wibharry Padmoasmolo ini memerintahkan para eksekutor untuk menghabisinya," katanya.
Dari hasil penyelidikan, kepolisian berhasil mengamankan Victor Situmorang alias Pak Revi dan Sabar Hutapea alias Pak Tati di rumah kediaman tersangka di Sei Berombang Panai Hilir, kemudian Daniel Sianturi di rumah saudaranya di desa Janji Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbahas dan Jampi Hutahaean di kos-kosan Jalan Jamin Ginting Kabanjahe Kabupaten Karo atas keterlibatan mereka dalam peristiwa pembunuhan itu.
Para eksekutor dibayar Rp 40 juta oleh otak pelaku untuk menghabisi kedua aktivis tersebut.
Kapolda menambahkan, para pelaku pembunuhan memukul menggunakan kayu sepanjang satu meter dan memasukkan mayat Maraden Sianipar dan Martua Siregar ke parit perkebunan.
Baca juga: Asmara dan warisan jadi motif pembunuhan korban yang jasadnya dicor
Baca juga: Terungkap, jasad pria korban pembunuhan dicor di lantai mushalla
Tiga orang tersangka lainnya yakni Joshua Situmorang (20), Rikky (20) dan Hendrik Simorangkir (38) masih dalam pengejaran aparat kepolisian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, para pelaku menghabisi korban karena perebutan lahan. Motif pembunuhan karena dendam terkait konflik lahan perkebunan kelapa sawit di daerah itu.
"Para pelaku ini akan diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup sesuai tindak pidana dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain atau pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 340 subsider 338 junto 55,56 KUHP," katanya.
Baca juga: Dua pria ditemukan tewas penuh luka bacok di sekujur tubuh
Martua Siregar dan Maraden Sianipar semasa hidup mengadvokasi lahan perkebunan kelompok warga yang sering berkonflik dengan PT SAB/KSU Amelia.
Belakangan diketahui, Martua Siregar berkecimpung di bermacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kewartawanan. Namun, lebih aktif di LSM untuk mengadvokasi kelompok warga terkait konflik lahan perkebunan. Sementara, di bidang kewartawanan kurang digeluti.
Sedangkan Maraden Sianipar yang ikut mengadvokasi konflik lahan merupakan mantan calon anggota legislatif tahun 2019-2024 dari Partai Nasdem dapil IV Panai Tengah dan Panai Hilir.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019