Para pedagang pengumpul atau toke kopi di Kabupaten Bener Meriah menggelar aksi jemur kopi di halaman kantor bupati setempat sebagai bentuk kekecewaan atas anjloknya harga kopi arabica gayo saat ini.
Mereka melampiaskan kekecewaannya itu setelah dalam pertemuan dengan Pemkab setempat Selasa pagi dinilai tidak membuahkan solusi yang diharapkan untuk persoalan anjloknya harga komoditi tersebut.
Salah seorang yang ikut dalam pertemuan tersebut Mulyadi mengatakan bahwa masyarakat saat ini membutuhkan solusi konkrit dari pemerintah untuk bagaimana hasil panen kopi dari petani bisa ditampung dengan harga yang sesuai.
"Kalau yang ditawarkan adalah resi gudang itu bukan solusi, karena syaratnya sangat ribet. Sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana hasil panen kopi dari kebun petani langsung bisa ditampung dengan harga yang sesuai," kata Mulyadi dalam pertemuan dengan Pemkab setempat, Selasa.
Dia menyebutkan bahwa kebiasaan petani kopi di daerah itu adalah menjual hasil panen dalam bentuk gelondongan atau kopi biji merah.
Sementara syarat resi gudang yang ditawarkan oleh pemerintah setempat diantaranya adalah harus kopi biji hijau dengan kadar air 13,5 dan trase 8.
Itu belum lagi syarat administrasi lainnya yang harus dipenuhi, sehingga dinilai resi gudang bukan sebagai solusi di tengah penderitaan petani saat ini.
"Kalau semua syarat itu bisa dipangkas kemungkinan bisa menyelamatkan kopi-kopi dari kebun petani saat ini," tutur Mulyadi.
Sementara terkait permintaan tambahan modal dari para toke ke pemerintah setempat untuk dapat membeli hasil panen kopi petani dari harga saat ini yakni Rp6.000,- per bambu untuk dinaikkan menjadi Rp10.000,- perbambu juga tidak menuai kata sepakat.
Sehingga pertemuan yang berlangsung antara pihak terkait di pemerintahan ini dengan para toke kopi tersebut dianggap tidak membuahkan hasil.
"Karena pertemuan kami ini tidak ada hasilnya, maka kami tuang kopi gelondong ini di sini," kata salah seorang toke.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Mereka melampiaskan kekecewaannya itu setelah dalam pertemuan dengan Pemkab setempat Selasa pagi dinilai tidak membuahkan solusi yang diharapkan untuk persoalan anjloknya harga komoditi tersebut.
Salah seorang yang ikut dalam pertemuan tersebut Mulyadi mengatakan bahwa masyarakat saat ini membutuhkan solusi konkrit dari pemerintah untuk bagaimana hasil panen kopi dari petani bisa ditampung dengan harga yang sesuai.
"Kalau yang ditawarkan adalah resi gudang itu bukan solusi, karena syaratnya sangat ribet. Sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana hasil panen kopi dari kebun petani langsung bisa ditampung dengan harga yang sesuai," kata Mulyadi dalam pertemuan dengan Pemkab setempat, Selasa.
Dia menyebutkan bahwa kebiasaan petani kopi di daerah itu adalah menjual hasil panen dalam bentuk gelondongan atau kopi biji merah.
Sementara syarat resi gudang yang ditawarkan oleh pemerintah setempat diantaranya adalah harus kopi biji hijau dengan kadar air 13,5 dan trase 8.
Itu belum lagi syarat administrasi lainnya yang harus dipenuhi, sehingga dinilai resi gudang bukan sebagai solusi di tengah penderitaan petani saat ini.
"Kalau semua syarat itu bisa dipangkas kemungkinan bisa menyelamatkan kopi-kopi dari kebun petani saat ini," tutur Mulyadi.
Sementara terkait permintaan tambahan modal dari para toke ke pemerintah setempat untuk dapat membeli hasil panen kopi petani dari harga saat ini yakni Rp6.000,- per bambu untuk dinaikkan menjadi Rp10.000,- perbambu juga tidak menuai kata sepakat.
Sehingga pertemuan yang berlangsung antara pihak terkait di pemerintahan ini dengan para toke kopi tersebut dianggap tidak membuahkan hasil.
"Karena pertemuan kami ini tidak ada hasilnya, maka kami tuang kopi gelondong ini di sini," kata salah seorang toke.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020