Peneliti bidang Ketenagakerjaan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nawawi Asmat mengatakan otomatisasi, digitalisasi dan fleksibilitas pasar kerja menjadi ancaman sekaligus tantangan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia di masa mendatang.
"Otomatisasi, digitalisasi dan fleksibilitas pasar kerja menjadi ancaman sekaligus tantangan yang sangat jelas di depan mata dan ke depannya bagi tenaga kerja Indonesia," kata Nawawi kepada ANTARA terkait Hari Buruh 1 Mei di Jakarta, Jumat.
Nawawi menuturkan revolusi industri 4.0 tidak hanya menghilangkan pekerjaan yang selama ini menjadi andalan banyak tenaga kerja Indonesia tetapi juga menuntut tenaga kerja untuk bisa beradaptasi secara cepat terhadap penggunaan mesin otomatis dan bisnis atau ekonomi digital.
Dia mengatakan contoh paling nyata adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan ribu pekerja jalan tol, yang pekerjaannya diganti dengan mesin otomatis.
"Sementara fleksibitas pasar kerja tampaknya akan semakin masif ke depannya, apalagi jika usulan pembukaan pembatasan praktik kerja kontrak dan 'outsourcing' dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law klaster ketenagakerjaan disetujui," tuturnya.
Nawawi menuturkan ke depannya, akan semakin banyak perubahan status pekerja Indonesia, dari pekerja tetap ke pekerja kontrak atau oursourcing.
Pekerja berstatus kontrak dan 'outsourcing' umumnya tidak menjadi anggota serikat pekerja, yang secara otomatis itu akan berdampak terhadap semakin menurunnya pekerja yang menjadi anggota serikat.
"Ketika suara pekerja tidak terwakilkan dalam forum perwakilan serikat, maka otomatis nasib mereka sangat ditentukan oleh mekanisme pasar, yang selama ini cenderung abai terhadap aspek kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja," ujar Nawawi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Otomatisasi, digitalisasi dan fleksibilitas pasar kerja menjadi ancaman sekaligus tantangan yang sangat jelas di depan mata dan ke depannya bagi tenaga kerja Indonesia," kata Nawawi kepada ANTARA terkait Hari Buruh 1 Mei di Jakarta, Jumat.
Nawawi menuturkan revolusi industri 4.0 tidak hanya menghilangkan pekerjaan yang selama ini menjadi andalan banyak tenaga kerja Indonesia tetapi juga menuntut tenaga kerja untuk bisa beradaptasi secara cepat terhadap penggunaan mesin otomatis dan bisnis atau ekonomi digital.
Dia mengatakan contoh paling nyata adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan ribu pekerja jalan tol, yang pekerjaannya diganti dengan mesin otomatis.
"Sementara fleksibitas pasar kerja tampaknya akan semakin masif ke depannya, apalagi jika usulan pembukaan pembatasan praktik kerja kontrak dan 'outsourcing' dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law klaster ketenagakerjaan disetujui," tuturnya.
Nawawi menuturkan ke depannya, akan semakin banyak perubahan status pekerja Indonesia, dari pekerja tetap ke pekerja kontrak atau oursourcing.
Pekerja berstatus kontrak dan 'outsourcing' umumnya tidak menjadi anggota serikat pekerja, yang secara otomatis itu akan berdampak terhadap semakin menurunnya pekerja yang menjadi anggota serikat.
"Ketika suara pekerja tidak terwakilkan dalam forum perwakilan serikat, maka otomatis nasib mereka sangat ditentukan oleh mekanisme pasar, yang selama ini cenderung abai terhadap aspek kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja," ujar Nawawi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020