Dilantiknya Aminullah Usman sebagai Wali Kota Banda Aceh membawa angin segar dengan menjadikan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian di kota lewat mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Mahirah Muamalah Syariah.

Lembaga tersebut didirikannya setelah melihat fenomena rentenir yang mengakar di ibu kota Provinsi Aceh, dan terus memberikan efek ketergantungan kepada pengusaha kecil.

"Praktik riba yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat seakan membunuh perlahan sendi-sendi perekonomian di kota ini," ujar di Banda Aceh pekan lalu.

Menurut wali kota, lembaga ini dikelola oleh tenaga profesional dengan tujuan utama untuk membuka akses permodalan seluas-luasnya bagi UMKM. 

"Tujuan lainnya, memberangus praktik riba yang banyak menjerat pengusaha kecil di Banda Aceh," katanya.

Mantan direktur utama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh yang kini menjadi Bank Aceh Syariah selama dua periode ini, paham betul jika UMKM dapat diandalkan pemerintah kota (Pemko) setempat menjadi tulang punggung perekonomian kota.

Hanya saja, lanjut dia, UMKM pada saat itu berkembang akibat terkendala akses permodalan. "Untuk mendapatkan modal usaha mulai dari Rp500 ribu hingga Rp5 juta, tentu tak 'ter-cover' oleh perbankan," ungkap Aminullah.

Tercatat pada 27 April 2018, ia meresmikan operasional PT Mahirah Muamalah Syariah (MMS) sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berbentuk Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) bergerak dengan modal awal Rp2,5 miliar.

Ide brilian Aminullah yang malang melintang di dunia perbankan terbukti ampuh. "Alhamdulillah, kurang dari waktu tiga tahun, MMS berkembang pesat dan UMKM pun menjelma menjadi solusi ampuh perekonomian Banda Aceh," ungkapnya lagi.

Bukti sahihnya, rinci Aminullah, per 30 Juni 2020, MMS telah mampu menggaet nasabah sebanyak 6.000 orang lebih. "Pembiayaan yang sudah dikucurkan sekira Rp15 miliar bagi 2.000-an pengusaha kecil, termasuk pedagang asongan dan nyak-nyak penjual sayur di kaki lima," ucapnya.

Sementara itu, MMS sukses menghimpun dana dari pihak ketiga sebesar Rp25 miliar. "Kemudian aset juga sudah menyentuh angka Rp35 miliar. MMS pun mulai meraup laba positif sebesar Rp326 juta," beber Aminullah.

Pada saat yang bersamaan, UMKM tumbuh subur di Kota Banda Aceh. Per Mei 2020, jumlahnya mencapai 12.970 unit. "Sebagai perbandingan, pada 2018 jumlah UMKM tercatat 10.994 unit, dan 2019 sebanyak 12.012 unit usaha," katanya.

"Ditunjang kinerja MMS pula, kita mampu menurunkan persentase ketergantungan pengusaha kecil kepada rentenir dari 80 persen menjadi 14 persen saja," terang wali kota.

Di luar MMS, Pemko Banda Aceh juga terus menggenjot pemberdayaan UMKM melalui dinas, lembaga, dan badan terkait. "Mulai dari pelatihan skill, pemberian peralatan dan perlengkapan kerja, modal usaha bagi pegiat UMKM, hingga pencanangan 1.000 event dalam setahun," ujarnya.

Di tengah pandemi COVID-19 sekalipun, Aminullah tak mengesampingkan peran vital UMKM dalam menggerakkan roda perekonomian kota. 

Ia mengambil langkah cepat agar UMKM dapat bertahan. "Salah satunya dengan penyaluran dana Rp1 miliar bagi UMKM lokal untuk memproduksi masker kain yang kemudian kita bagi-bagikan gratis kepada masyarakat," ujarnya.

Tak terasa, pemerintahan Amin-Zainal sudah memasuki tahun ketiga. Di sisa dua tahun periode kepemimpinan, keduanya tetap komit menjadikan UMKM sebagai motor penggerak perekonomian. 

"Hal ini sejalan dengan visi 'Banda Aceh Gemilang dalam Bingkai Syariah' yang mem-plot sektor ekonomi sebagai salah satu pilar pembangunan kota, di samping sektor agama dan pendidikan," tutur Wali Kota Aminullah.
 

Pewarta: Muhammad Said

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020