Jutaan masyarakat Aceh bersuka cita menanti detik-detik panandatanganan kesepakatan damai antara Pemerintah RI dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.

Kesepakatan Helsinki pascabencana dahsyat gempa dan tsunami menerjang Aceh, 26 Desember 2004 itu  merupakan komitmen untuk menyelesaikan konflik bersenjata di Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat.

MoU Helsinki ditandatangani perwakilan GAM Malik Mahmud Al-Haytar dan Hamid Awaluddin yang mewakili Pemerintah RI, dan dimediasi mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari.

Saat itu, jutaan penduduk Aceh menggelar doa dan zikir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas terjalinnya perdamaian untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah menelan ribuan korban jiwa di provinsi ujung paling barat Indonesia ini.

Kesepakatan damai Pemerintah RI dan GAM di Helsinki saat itu juga memperkokoh sebuah pepatah Aceh sebelumnya yakni "pat hujeun yang han pirang, pat prang yang hana reda" (Mana hujan yang tidak berhenti dan mana ada perang yang tidak berakhir).

Kini, sudah berjalan 15 tahun perdamaian Aceh dan berbagai pihak  optimistis akan terus berlangsung untuk menyongsong masa depan yang lebih baik bagi daerah berstatus provinsi berotonomi khusus dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu.

Kendati demikian, di usia 15 tahun penandatanganan kesepakatan damai "Aceh-Jakarta" itu hingga kini masih ada sejumlah butir-butir dari MoU Helsinki yang belum direalisasikan oleh Pemerintah Pusat.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menyatakan perdamaian menjadi kunci penting untuk menyukseskan pembangunan Aceh.

"Saya yakin, sebagai masyarakat Aceh kita telah banyak mengambil pelajaran dan pengalaman dalam perjalanan sejarah Aceh, karenanya, sangatlah patut jika masa lalu itu menjadi cermin untuk membangun Aceh yang lebih baik," katanya. 

Nova menjelaskan tidak ada cara yang lebih baik dalam merawat damai melainkan dengan menumbuhkan rasa cinta, kepedulian, persatuan dan kebersamaan. 

Sejak perjanjian perdamaian ditandatangani 15 tahun lalu, pada prinsipnya masyarakat Aceh harus terus berjuang bahu membahu merawat damai dengan cara mencegah perseteruan dan perselisihan. 

Nova menyadari, dalam perjalanan 15 tahun damai Aceh, banyak permasalahan yang harus dihadapi baik internal maupun eksternal dan sebagai masyarakat yang kaya dengan kearifan lokal, tentu permasalahan-permasalahan bersifat internal mesti diselesaikan secara bijaksana. 

Sementara secara eksternal, permasalahan-permasalahan seperti butir-butir dalam MoU dan UUPA yang belum seluruhnya dapat diimplementasikan, mesti disuarakan bersama-sama secara bijak, terpola, penuh diplomasi dan negosiasi.

Perdamaian Aceh adalah nikmat Allah terbesar wajib disyukuri. Momentum damai Aceh  merupakan perjuangan yang sangat melelahkan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah dan sekaligus pondasi dalam rangka menggapai kehidupan yang lebih baik dan bermartabat. 

Terima kasih kepada seluruh tokoh perdamaian Aceh, ketua Komite Peralihan Aceh dan jajaran, para ulama serta unsur-unsur terkait lannya atas dedikasi dan pengorbanan  dalam mengawal secara intensif keberlangsungan jalannya perdamaian Aceh selama 15 tahun. 

"Atas nama pribadi dan Pemerintah Aceh kami menyampaikan apresiasi, semoga Allah membalas semua jasa baik ini.”

Ketua Badan Reintegrasi Aceh Said Fahrurrazi, mengatakan 15 tahun perdamaian harus dimanfaatkan bersama untuk membangun masa depan Aceh yang lebih baik. 

Di antara upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Aceh adalah penyediaan lahan bagi mantan kombatan GAM serta tapol-napol dan masyarakat imbas konflik. 

Selain itu, Pemerintah Aceh juga telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No.330/1209/2020 tentang penetapan penerima reparasi mendesak hak korban kepada korban pelanggaran HAM. Sampai saat ini BRA telah mendapatkan data 250 masyarakat yang bakal menerima reparasi tersebut.

"Semoga semua masyarakat yang terdampak bisa mendapatkan hal yang serupa. Apresiasi kami kepada Pemerintah Aceh yang telah mengupayakan perwujudan butir-butir MoU ini," kata Said.

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar juga menyampaikan terima kasih kepada jutaan masyarakat Aceh yang telah bersabar menanti dalam perwujudan dari seluruh butir-butir MoU Helsinki. 

Ia yakin dengan komitmen menjaga perdamaian, seluruh isi dari poin perdamaian tersebut akan terwujud.

Senator atau anggota DPD RI asal Aceh Fadhil Rahmi menyatakan Pemerintah Pusat harus menepati semua yang telah disepakati dalam MoU untuk mengakhiri konflik Aceh.

"Pemerintah Pusat harus ikhlas terhadap apa yang sudah disepakati dalam MoU Helsinki. Apa yang sudah dijanjikan harus ditepati," kata Fadhil.

Fadhil menjelaskan, peringatan 15 tahun damai Aceh merupakan hari yang sakral bagi seluruh rakyat. Sebagai pemutus konflik yang berlangsung panjang di Aceh, sehingga harus disyukuri dan berlangsung abadi.

“Dulu kehidupan di kampung-kampung mencekam. Orang tua tidak bisa mencari nafkah untuk anak-anaknya. Banyak yang kelaparan, banyak sekolah juga yang terbakar sehingga mengakibatkan anak-anak putus sekolah,” ujarnya.

Faktor itu juga yang mengakibatkan tingkat kemiskinan Aceh berada di atas rata-rata nasional. Begitu juga tingkat pendidikan Aceh di bawah rata-rata nasional. Menurutnya, ini musibah paling berat yang menimpa Aceh selama beberapa dekade.

“Dengan damai, pembangunan di Aceh dipacu. Kini sudah berlangsung hampir 15 tahun lebih. Ini sesuatu yang harus disyukuri," katanya.

Meskipun, menurut Fadhil, perjalanan damai Aceh masih banyak kekurangan, dan dapat diperbaiki bersama antara Pemerintah Pusat dan penyelenggaran Pemerintahan Aceh.

“Pemerintah Aceh baik eksekutif dan legislatif harus mampu berkerjasama untuk menuntut segala kekurangan isi MoU yang telah disepakati. Jangan ada lagi pemisah antara klaim partai nasional dan partai lokal," ujarnya.

Perpanjang Otsus

Wali Nanggre Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar berharap kepada pemerintah pusat agar alokasi dana otonomi khusus Aceh yang akan berakhir pada tahun 2027 mendatang, agar terus diperpanjang tanpa ada batasan waktu atau unlimited.

“Memang kita harapkan dana otonomi khusus Aceh diperpanjang oleh pemerintah pusat, karena Aceh sudah lama menghadapi konflik bersenjata selama 30 tahun,” katanya .

Aceh saat ini sangat bergantung kepada dana otonomi khusus untuk terus melakukan berbagai pembangunan, termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pascakonflik dan bencana tsunami.

Dampak dari konflik yang melanda daerah ini selama 30 tahun itu telah menyebabkan Aceh tertinggal dari daerah lain di nusantara.

“Aceh banyak tertinggal pembangunan dengan daerah lain akibat konflik bersenjata, perpanjangan dana otonomi khusus ini supaya pembangunan Aceh, agar tetap sama rata dengan daerah lain,” kata Malik Mahmud menambahkan.

Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah pusat agar dana otonomi khusus tetap diperpanjang, agar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan seluruh masyarakat Aceh semakin lebih baik.

Selain itu, ia juga berpesan kepada seluruh masyarakat Aceh agar terus menjaga perdamaian secara abadi, sehingga pembangunan semakin merata untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.

Dana tersebut pertama kali dikucurkan oleh pemerintah pada tahun 2008 dan  dana yang akan diterima Aceh diperkirakan mencapai sekitar Rp170 triliun, dan target realisasinya  hingga tahun 2027.

Wali Nanggroe Aceh, juga  berharap agar Presiden Joko Widodo menuntaskan semua butir perjanjian perdamaian Aceh yang tertuang di dalam MoU Helsinki, yang sudah ditandatangi.

“Saya sudah menyampaikan kepada bapak presiden, apa saja yang belum selesai (terkait MoU Helsinki), kami harapkan secepatnya diselesaikan,” kata Malik Mahmud.

Dengan adanya pelaksanaan semua butir yang tertuang dalam MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM, kata Malik Mahmud, hal ini diharapkan hubungan antara Aceh dan pemerintah pusat semakin membaik sebagaimana diharapkan semua pihak.

Malik Mahmud juga menegaskan, salah satu poin butir MoU Helsinki yang saat ini belum dipenuhi oleh pemerintah pusat yaitu terkait lambang dan bendera Aceh.

“Itu (bendera dan lambang Aceh) salah satu yang saya harapkan supaya pemerintah menyetujuinya,” kata Malik Mahmud menegaskan.

Selain itu, ia juga berpesan kepada seluruh masyarakat Aceh agar dapat terus menjaga perdamaian secara abadi, agar pembangunan di Aceh semakin merata untuk kesejahteraan seluruh masyarakat

Sementara itu, Pangdam Iskandar Muda Mayjend TNI Hasanuddin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga perdamaian di Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki.

Pandam menyebutkan bahwa konflik berkepanjangan telah usai sejak penandatanganan perjanjian antara Republik Indonesia dan GAM. Oleh karena itu pihaknya meminta kepada seluruh masyarakat agar tetap menjaga persatuan dalam perdamaian tersebut.

"Harapan kita dengan perdamaian ini, Aceh dapat bangkit dan maju dalam menatap masa depan Aceh yang lebih baik lagi,"katanya.

Ia menambahkan, meskipun masih ada butir-butir perjanjian perdamaian Aceh yang belum terselesaikan, namun pihaknya meyakini bahwa butir-butir MoU Helsinki tersebut akan terealisasi dengan  bertahap.

"Kami sudah menampung beberapa aspirasi terkait butir-butir MoU Helsinki yang belum dirasakan secara maksimal, memang mungkin ada beberapa tahapan dari pemerintah yang masih terkendala, sehingga sampai saat ini belum terealisasi,"kata Pangdam IM.

Oleh karena itu, kata Pangdam IM, menjadi tugas dari TNI untuk menampung aspirasi tersebut dan kemudian akan diteruskan sehingga butir-butir MoU Helsinki dapat direalisasikan oleh pemerintah pusat.

"Kita juga menyadari bahwa masih adanya beberapa eks kombatan GAM dan korban pasca konflik melanda Aceh pada masa silam yang belum tersentuh. Pemerintah juga akan mengupayakan untuk mensejahterakan masyarakat Aceh tentunya dengan tahapan maupun proses dan masyarakat juga diminta untuk bersabar dalam proses tersebut,"katanya.

Pangdam juga mengakui bahwa selama ini sudah banyak masukan saran dari Wali Nanggroe Malik Mahmud dan Ketua KPA Muzakir Manaf atau Mualem terkait upaya merawat perdamaian Aceh demi menatap masa depan lebih baik lagi.

"Sudah banyak saran dari beliau (Malik Mahmud dan Mualem) dan akan kita tidak lanjutin agar perdamaian Aceh yang telah berusia 15 tahun ini dapat dirasakan secara maksimal oleh seluruh masyarakat Aceh,"kata Hasannudin.

Pangdam IM menjelaskan bahwa perdamaian di Aceh yang sudah terawat hingga saat ini jangan sampai terganggu dengan hal-hal kecil yang dapat merusak perdamaian Aceh, karena banyak hal besar yang sudah dicapai pasca damai Aceh dan juga masih banyak lagi hal-hal besar yang harus dicapai.

"Jangan hanya melihat suasana dari pasir-pasir kecil yang dapat menggangu perdamaian ini, masih banyak pencapaian besar yang menjadi tugas kita bersama untuk kebangkitan Aceh yang kita cintai ini," demikian Mayjend TNI Hasanuddin.


 

Pewarta: Azhari

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020