Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh meminta Pemerintah Aceh untuk lebih dini dalam mengantisipasi potensi terjadinya fase atau gelombang kedua peningkatan kasus COVID-19 di daerah Tanah Rencong tersebut.
"Untuk mengantisipasi terjadi gelombang kedua peningkatan kasus tentu pemerintah harus mempersiapkan langkah konkret, misalnya masih harus eksis menjaga protokol kesehatan," kata Ketua Komisi V DPRA M Rizal Falevi Kirani di Banda Aceh, Jumat.
Hal itu disampaikan Falevi mengingat kondisi Aceh yang telah berhasil keluar dari status zona merah penyebaran COVID-19, sekaligus laporan penambahan kasus setiap harinya yang juga terus menunjukkan penurunan.
Falevi menjelaskan, selain upaya peningkatan protokol kesehatan, Pemerintah Aceh juga harus melakukan pemetaan secara cepat terhadap daerah-daerah yang memiliki potensi terjadinya lonjakan kasus gelombang kedua.
Kemudian, pemerintah juga harus melibatkan ahli dalam bidang kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam mengambil kebijakan terkait upaya antisipasi terjadinya lonjakan kasus COVID-19 gelombang kedua, seperti yang terjadi di Jakarta dan kota lainnya.
"Yang paling penting tahapan-tahapan yang konkret, harus secara terukur dijalankan oleh pemerintah. Kemudian juga libatkan IDI. Pemerintah Aceh harus mengakomodir rekomendasi IDI, karena ini ada disiplin ilmu, tidak serta merta kita lakukannya," kata Falevi.
Tak hanya itu, selanjutnya Dewan juga mengingatkan pemerintah untuk memperketat wilayah perbatasan masuk ke Aceh. Pemerintah harus menyediakan alat pendeteksi warga yang terindikasi COVID-19 di setiap pos perbatasan, tentu juga disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Kalau perbatasan tetap kita minta diperketat dengan mekanisme yang baik. Anggaran refocusing sangat besar, sehingga pemerintah harus bekerja lebih nyata dan terukur," katanya.
Dan saya fikir kerja pemerintah hari ini dan kerja daripada semua stakeholder yang ada bahwa terus memperketat protokol kesehatan dan kita harap masyarakat juga terus menjaga protokol kesehatan, kata Falevi lagi.
Sebelumnya, IDI Aceh mengingatkan warga Aceh terkait potensi gelombang kedua lonjakan kasus COVID-19, meskipun kondisi terkini penambahan kasus positif baru di Aceh mulai menurun.
"Fase pertama ini kita sudah mulai turun, tetapi hati-hati gelombang kedua," kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman di Banda Aceh.
Ia menyebutkan penambahan kasus positif baru di Aceh memang telah menurun. Begitu juga dengan angka kematian sekaligus jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan COVID-19.
Ia menjelaskan saat ini Indonesia menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) tentang pedoman dan pengendalian COVID-19 revisi ke lima.
Dalam PMK revisi ke lima itu, jumlah pemeriksaan COVID-19 juga telah dikurangi. Artinya warga yang dites COVID-19 tidak banyak lagi, hanya khusus bagi yang memiliki gejala.
"Ya kalau kita lihat Jakarta dulu pernah sudah turun, tiba-tiba naik lagi kasusnya. Banyak di kota-kota besar yang mengalami seperti itu," katanya, yang juga mengingatkan 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Untuk mengantisipasi terjadi gelombang kedua peningkatan kasus tentu pemerintah harus mempersiapkan langkah konkret, misalnya masih harus eksis menjaga protokol kesehatan," kata Ketua Komisi V DPRA M Rizal Falevi Kirani di Banda Aceh, Jumat.
Hal itu disampaikan Falevi mengingat kondisi Aceh yang telah berhasil keluar dari status zona merah penyebaran COVID-19, sekaligus laporan penambahan kasus setiap harinya yang juga terus menunjukkan penurunan.
Falevi menjelaskan, selain upaya peningkatan protokol kesehatan, Pemerintah Aceh juga harus melakukan pemetaan secara cepat terhadap daerah-daerah yang memiliki potensi terjadinya lonjakan kasus gelombang kedua.
Kemudian, pemerintah juga harus melibatkan ahli dalam bidang kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam mengambil kebijakan terkait upaya antisipasi terjadinya lonjakan kasus COVID-19 gelombang kedua, seperti yang terjadi di Jakarta dan kota lainnya.
"Yang paling penting tahapan-tahapan yang konkret, harus secara terukur dijalankan oleh pemerintah. Kemudian juga libatkan IDI. Pemerintah Aceh harus mengakomodir rekomendasi IDI, karena ini ada disiplin ilmu, tidak serta merta kita lakukannya," kata Falevi.
Tak hanya itu, selanjutnya Dewan juga mengingatkan pemerintah untuk memperketat wilayah perbatasan masuk ke Aceh. Pemerintah harus menyediakan alat pendeteksi warga yang terindikasi COVID-19 di setiap pos perbatasan, tentu juga disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Kalau perbatasan tetap kita minta diperketat dengan mekanisme yang baik. Anggaran refocusing sangat besar, sehingga pemerintah harus bekerja lebih nyata dan terukur," katanya.
Dan saya fikir kerja pemerintah hari ini dan kerja daripada semua stakeholder yang ada bahwa terus memperketat protokol kesehatan dan kita harap masyarakat juga terus menjaga protokol kesehatan, kata Falevi lagi.
Sebelumnya, IDI Aceh mengingatkan warga Aceh terkait potensi gelombang kedua lonjakan kasus COVID-19, meskipun kondisi terkini penambahan kasus positif baru di Aceh mulai menurun.
"Fase pertama ini kita sudah mulai turun, tetapi hati-hati gelombang kedua," kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman di Banda Aceh.
Ia menyebutkan penambahan kasus positif baru di Aceh memang telah menurun. Begitu juga dengan angka kematian sekaligus jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan COVID-19.
Ia menjelaskan saat ini Indonesia menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) tentang pedoman dan pengendalian COVID-19 revisi ke lima.
Dalam PMK revisi ke lima itu, jumlah pemeriksaan COVID-19 juga telah dikurangi. Artinya warga yang dites COVID-19 tidak banyak lagi, hanya khusus bagi yang memiliki gejala.
"Ya kalau kita lihat Jakarta dulu pernah sudah turun, tiba-tiba naik lagi kasusnya. Banyak di kota-kota besar yang mengalami seperti itu," katanya, yang juga mengingatkan 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020