Tidak seperti biasanya, keinginan wisatawan cukup tinggi untuk mengetahui gambaran dahsyatnya tsunami Aceh lewat monumen Kapal PLTD Apung di Punge Blang Cut, Kota Banda Aceh, namun situasi seperti itu tidak lagi dijumpai.
Sebelumnya, wisatawan berdesak-desakan dan bebas masuk ke ruang-ruang Kapal Apung yang merupakan salah satu ikon termansyur untuk menarik kunjungan wisatawan ke daerah itu.
Namun karena pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Aceh maka tingkat kunjungan wisatawan ke kapal Apung yang menjadi salah monumen sejarah kebencanaan itu juga berkurang.
Monumen tsunami PLTD Apung yang bersemayam di tengah-tengah pemukiman penduduk itu setiap harinya, sebelum pandemi COVID-19 dipadati pengunjung, tidak hanya wisatawan nusantara tetapi juga menarik bagi turis mancanegara.
Ulfa, pemandu wisatawa Kapal PLTD Apung, menyebutkan sebelum pandemi COVID-19, PLTD Apung dikunjungi seribuan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara, namun kini hanya ratusan orang ke monumen tsunami ini.
Di PLTD Apung terdapat pemandu yang akan membawa wisatawan berkeliling sembari menceritakan sejarah saat Tsunami menghantam daerah itu.
PLTP Apung milik PT PLN yang didatangkan dari Pulau Kalimantan untuk mengatasi padamnya listrik di Kota Banda Aceh menyusul sering terganggunya suplai energi listrik dari pembangkit di Sumatera Utara.
Namun kapal PLTD Apung yang berbobot sekitar 2.600 ton, panjang 63 meter, lebar 19 meter dan tinggi mencapai 4,3 meter itu diterjang ombak dan terhempas sejauh sekitar 2,4 kilometer akibat tsunami 26 Desember 2004 yang menyapu kota Banda Aceh berpenduduk 300 ribu jiwa tersebut.
Tak hanya itu, Ulfa juga menceritakan, pada saat Tsunami awak kapal yang berjumlah 11 orang diantaranya yang hanya selamat satu orang. Kapal milik Perushaan Listrik Negara (PLN) itu terserat sejauh lima kilometer dan menghantam pemukiman warga di Desa Punge, Blangcut, Banda Aceh.
Menurutnya, saat ini kunjungan wisatwan harian mencapai 300 orang. Mereka dari Medan, Jakarta, bahkan ada dari Papua.
“Biasanya jika menjelang akhir tahun, wisatawan banyak berkunjung ke PLTD Apung, seperti turis dari Jerman, Malaysia serta wisatawan dari berbagai provinsi di Indoesia,” lanjutnya.
Muhammad, wisatawan dari Gorontalo mengatakan, dirinya sejak lama ingin berkunjung ke PLTD Apung.
“Saya hanya mendengar kisah Kapal Apung ini melalui Televisi dan surat kabar. Pada hari ini hajat saya tersampaikan,” kata Muhammad.
“Saya heran kok bisa kapal sepanjang 63 meter dan berat 2.600 ton ini dapat terseret hingga 2, 4 kilometer jauhnya,” kata Sriyono wisatawan dari Depok.
Ia melanjutkan, kisah tsunami yang memakan banyak korban jiwa pada akhirnya kapal PLTD Apung di jadikan sebagai monumen untuk mengenang orang-orang yang telah tiada.
Selain itu, Samsul Alwi, wisatawan dari Sumatera Selatan juga antusias menceritakan kisah perjalanannya setelah beberapa waktu lalu mengunjungi PLTD Apung. Ia mengaku kali pertama ke Aceh.
Menurutnya, monumen PLTD Apung ini menggambarkan kekuasaan Allah yang diluar pemikiran manusia.
“Kapal ini menggambarkan bahwa Allah bisa melakukan apa yang tidak dapat manusia pikirkan. Menyeret kapal sejauh 2,4 kilometer hingga menetap di sini. Sungguh luar biasa kuasa Allah,” katanya.
Ia melanjutkan, sebelum mereka memasuki ke PLTD Apung, terlebih dahulu mereka mencuci tangan kemudian cek suhu badan.
“Sebelum kami masuk ke sini. Di pintu gerbang sudah di sediakan wadah cuci tangan serta petugas cek suhu. Pasca berkeliling di pintu keluar juga terdapat tempat cuci tangan,” ujarnya.
Sekitar PLTD Apung juga banyak pedagang yang menjual sovenir atu oleh-oleh khas Aceh. Wisatawan yang ingin membawa buah tangan dari Aceh dapat membeli di tempat itu.
Luna, pedagang sovenir menjelaskan, selama pandemi COVID-19 pendapatannya menurun karena minimnya wisatawan. Apalagi dagangannya tergantung pada di buka atau tidaknya PLTD Apung.
“Pendapatan selama COVID turun dratis, jika hari biasa bisa mencapai jutaan tapi sekarang kurang dari 200 ribu,” katanya.
Namun di bulan Desember ini pembeli sovenir lumayan ramai biarpun tidak seramai sebelum COVID-19.
Selain itu, ia juga menjelaskan sovenir yang diminati wisatawan yakni kopi gayo. Harga jual mulai dari 50 ribu per kemasan hingga 100 ribu per kemasan.
“Wisatawan lebih memburu kopi gayo, namun ada juga yang membeli sovenir lainnya seperti tas pintu Aceh yang harga jualnya mulai dari 15 ribu satu tas sampai 150 ribu satu tas,” katanya.
Adapun jadwal pelayanan PLTD Kapal Apung yakni Senin sampai Minggu dari pukul 09:00-12:00 WIB dan di buka kembali pada siang hari yaitu pukul 14:00–17:30 WIB. Sedangkan Jumat dibuka pada siang hari dari pukul 14:00-17:30 WIB.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Sebelumnya, wisatawan berdesak-desakan dan bebas masuk ke ruang-ruang Kapal Apung yang merupakan salah satu ikon termansyur untuk menarik kunjungan wisatawan ke daerah itu.
Namun karena pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Aceh maka tingkat kunjungan wisatawan ke kapal Apung yang menjadi salah monumen sejarah kebencanaan itu juga berkurang.
Monumen tsunami PLTD Apung yang bersemayam di tengah-tengah pemukiman penduduk itu setiap harinya, sebelum pandemi COVID-19 dipadati pengunjung, tidak hanya wisatawan nusantara tetapi juga menarik bagi turis mancanegara.
Ulfa, pemandu wisatawa Kapal PLTD Apung, menyebutkan sebelum pandemi COVID-19, PLTD Apung dikunjungi seribuan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara, namun kini hanya ratusan orang ke monumen tsunami ini.
Di PLTD Apung terdapat pemandu yang akan membawa wisatawan berkeliling sembari menceritakan sejarah saat Tsunami menghantam daerah itu.
PLTP Apung milik PT PLN yang didatangkan dari Pulau Kalimantan untuk mengatasi padamnya listrik di Kota Banda Aceh menyusul sering terganggunya suplai energi listrik dari pembangkit di Sumatera Utara.
Namun kapal PLTD Apung yang berbobot sekitar 2.600 ton, panjang 63 meter, lebar 19 meter dan tinggi mencapai 4,3 meter itu diterjang ombak dan terhempas sejauh sekitar 2,4 kilometer akibat tsunami 26 Desember 2004 yang menyapu kota Banda Aceh berpenduduk 300 ribu jiwa tersebut.
Tak hanya itu, Ulfa juga menceritakan, pada saat Tsunami awak kapal yang berjumlah 11 orang diantaranya yang hanya selamat satu orang. Kapal milik Perushaan Listrik Negara (PLN) itu terserat sejauh lima kilometer dan menghantam pemukiman warga di Desa Punge, Blangcut, Banda Aceh.
Menurutnya, saat ini kunjungan wisatwan harian mencapai 300 orang. Mereka dari Medan, Jakarta, bahkan ada dari Papua.
“Biasanya jika menjelang akhir tahun, wisatawan banyak berkunjung ke PLTD Apung, seperti turis dari Jerman, Malaysia serta wisatawan dari berbagai provinsi di Indoesia,” lanjutnya.
Muhammad, wisatawan dari Gorontalo mengatakan, dirinya sejak lama ingin berkunjung ke PLTD Apung.
“Saya hanya mendengar kisah Kapal Apung ini melalui Televisi dan surat kabar. Pada hari ini hajat saya tersampaikan,” kata Muhammad.
“Saya heran kok bisa kapal sepanjang 63 meter dan berat 2.600 ton ini dapat terseret hingga 2, 4 kilometer jauhnya,” kata Sriyono wisatawan dari Depok.
Ia melanjutkan, kisah tsunami yang memakan banyak korban jiwa pada akhirnya kapal PLTD Apung di jadikan sebagai monumen untuk mengenang orang-orang yang telah tiada.
Selain itu, Samsul Alwi, wisatawan dari Sumatera Selatan juga antusias menceritakan kisah perjalanannya setelah beberapa waktu lalu mengunjungi PLTD Apung. Ia mengaku kali pertama ke Aceh.
Menurutnya, monumen PLTD Apung ini menggambarkan kekuasaan Allah yang diluar pemikiran manusia.
“Kapal ini menggambarkan bahwa Allah bisa melakukan apa yang tidak dapat manusia pikirkan. Menyeret kapal sejauh 2,4 kilometer hingga menetap di sini. Sungguh luar biasa kuasa Allah,” katanya.
Ia melanjutkan, sebelum mereka memasuki ke PLTD Apung, terlebih dahulu mereka mencuci tangan kemudian cek suhu badan.
“Sebelum kami masuk ke sini. Di pintu gerbang sudah di sediakan wadah cuci tangan serta petugas cek suhu. Pasca berkeliling di pintu keluar juga terdapat tempat cuci tangan,” ujarnya.
Sekitar PLTD Apung juga banyak pedagang yang menjual sovenir atu oleh-oleh khas Aceh. Wisatawan yang ingin membawa buah tangan dari Aceh dapat membeli di tempat itu.
Luna, pedagang sovenir menjelaskan, selama pandemi COVID-19 pendapatannya menurun karena minimnya wisatawan. Apalagi dagangannya tergantung pada di buka atau tidaknya PLTD Apung.
“Pendapatan selama COVID turun dratis, jika hari biasa bisa mencapai jutaan tapi sekarang kurang dari 200 ribu,” katanya.
Namun di bulan Desember ini pembeli sovenir lumayan ramai biarpun tidak seramai sebelum COVID-19.
Selain itu, ia juga menjelaskan sovenir yang diminati wisatawan yakni kopi gayo. Harga jual mulai dari 50 ribu per kemasan hingga 100 ribu per kemasan.
“Wisatawan lebih memburu kopi gayo, namun ada juga yang membeli sovenir lainnya seperti tas pintu Aceh yang harga jualnya mulai dari 15 ribu satu tas sampai 150 ribu satu tas,” katanya.
Adapun jadwal pelayanan PLTD Kapal Apung yakni Senin sampai Minggu dari pukul 09:00-12:00 WIB dan di buka kembali pada siang hari yaitu pukul 14:00–17:30 WIB. Sedangkan Jumat dibuka pada siang hari dari pukul 14:00-17:30 WIB.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020