Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa salah seorang pejabat dinas pertanian (distan) terkait dengan program penyaluran benih jagung pengadaan tahun 2017.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, mengatakan bahwa pejabat dinas pertanian yang diperiksa oleh penyidik jaksa itu berasal dari Kabupaten Lombok Barat.
"Ada tiga orang yang diperiksa pada hari Selasa (12/1), salah satunya pejabat Distan Lombok Barat," kata Dedi.
Pejabat yang menjalani pemeriksaan, diketahui menduduki jabatan Sekretaris Distan Lombok Barat. Pejabat tersebut menjalani pemeriksan bersama dua pegawainya.
Dengan berseragam dinas, terpantau mereka hadir ke hadapan penyidik jaksa sekitar pukul 10.00 Wita. Pada jam istirahat siang, mereka terpantau keluar gedung untuk melaksanakan salat Zuhur dan kembali melanjutkan pemeriksaannya ke hadapan penyidik jaksa sekitar pukul 13.00 Wita.
Sekretaris Distan Lombok Barat Damayanti yang dikonfirmasi wartawan membenarkan bahwa dirinya telah hadir bersama dua pegawainya ke hadapan penyidik jaksa.
Kehadirannya untuk memberikan kesaksian terkait dengan penyaluran benih jagung yang berasal dari program budidaya skala nasional dari Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI pada tahun 2017.
Kepada wartawan, Damayanti menjelaskan bahwa Kabupaten Lombok Barat sebelum mendapat kuota benih jagung telah mengajukan usulan Calon Petani Calon Lahan (CPCL) dengan luas lahan mencapai 1.000 hektare untuk 46 kelompok tani.
"Dari yang kami usulkan dalam CPCL, Lombok Barat mendapat kuota tanam untuk lahan seluas 923 hektare," kata Damayanti.
Namun, ketika benih sudah diterima dari pihak rekanan, seluruh petani di Kabupaten Lombok Barat mengembalikannya kepada pihak pemerintah.
Keluhan berdatangan dari mereka. Ada yang menyebut benih yang diterima rusak dan berjamur sehingga tidak cocok untuk ditanam.
Tindak lanjut dari reaksi para petani itu pun sudah ditanggapi pihak rekanan. Benih yang rusak dan berjamur dibawa dan diganti dengan produk baru.
"Walaupun sudah diganti, dikembalikan lagi sama petani karena rusak juga," ujarnya.
Terkait dengan pihak rekanan yang berperan sebagai penyalur itu, Damayanti mengaku tidak mengetahuinya, termasuk kuota yang diberikan maupun yang diganti karena keluhan rusak.
Dalam kasus ini, Kejati NTB sudah menemukan indikasi korupsi seperti yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Indikasi tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi benih yang diajukan para kelompok tani. Meskipun bersertifikat, sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis.
Bahkan, menurut hasil temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, ada 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak.
Munculnya temuan itu pun menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Pada proses tersebut, sejumlah pejabat pertanian di NTB dan pelaksana proyek pernah memberikan klarifikasi. Mereka memberikan klarifikasinya kepada tim dari Kejagung RI yang berlangsung di Kota Mataram pada bulan Oktober 2019.
Tepat setahun lamanya, Oktober 2020, Kejagung RI melimpahkan penanganan lanjutannya ke Kejati NTB berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan kasusnya naik ke tahap penyidikan.
Kejati NTB lantas melanjutkan penanganannya, bahkan ditanggapi dengan cukup serius. Hal itu terlihat dari pembentukan empat tim penyidik jaksa. Mereka bekerja dengan arahan langsung dari Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Gunawan Wibisono.
Sepanjang penanganannya, penyidik Pidsus Kejati NTB masih terus mengorek keterangan dari para saksi. Sejumlah pejabat dinas pertanian di NTB, pelaksana proyek, serta pihak pendistribusi benih jagung yang berdomisili di Jawa Timur masuk dalam agenda penyidikannya.
NTB mendapatkan kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota di provinsi ini.
Dengan mendapatkan anggaran Rp29 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar, penyalurannya dalam dua tahap.
Pada tahap pertama dengan anggaran Rp17 miliar, penyaluran benih jagung oleh pemenang lelang dari perusahaan berinisial SAM, kemudian Rp12 miliar pada tahap dua yang disalurkan oleh perusahaan berinisial WA.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, mengatakan bahwa pejabat dinas pertanian yang diperiksa oleh penyidik jaksa itu berasal dari Kabupaten Lombok Barat.
"Ada tiga orang yang diperiksa pada hari Selasa (12/1), salah satunya pejabat Distan Lombok Barat," kata Dedi.
Pejabat yang menjalani pemeriksaan, diketahui menduduki jabatan Sekretaris Distan Lombok Barat. Pejabat tersebut menjalani pemeriksan bersama dua pegawainya.
Dengan berseragam dinas, terpantau mereka hadir ke hadapan penyidik jaksa sekitar pukul 10.00 Wita. Pada jam istirahat siang, mereka terpantau keluar gedung untuk melaksanakan salat Zuhur dan kembali melanjutkan pemeriksaannya ke hadapan penyidik jaksa sekitar pukul 13.00 Wita.
Sekretaris Distan Lombok Barat Damayanti yang dikonfirmasi wartawan membenarkan bahwa dirinya telah hadir bersama dua pegawainya ke hadapan penyidik jaksa.
Kehadirannya untuk memberikan kesaksian terkait dengan penyaluran benih jagung yang berasal dari program budidaya skala nasional dari Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI pada tahun 2017.
Kepada wartawan, Damayanti menjelaskan bahwa Kabupaten Lombok Barat sebelum mendapat kuota benih jagung telah mengajukan usulan Calon Petani Calon Lahan (CPCL) dengan luas lahan mencapai 1.000 hektare untuk 46 kelompok tani.
"Dari yang kami usulkan dalam CPCL, Lombok Barat mendapat kuota tanam untuk lahan seluas 923 hektare," kata Damayanti.
Namun, ketika benih sudah diterima dari pihak rekanan, seluruh petani di Kabupaten Lombok Barat mengembalikannya kepada pihak pemerintah.
Keluhan berdatangan dari mereka. Ada yang menyebut benih yang diterima rusak dan berjamur sehingga tidak cocok untuk ditanam.
Tindak lanjut dari reaksi para petani itu pun sudah ditanggapi pihak rekanan. Benih yang rusak dan berjamur dibawa dan diganti dengan produk baru.
"Walaupun sudah diganti, dikembalikan lagi sama petani karena rusak juga," ujarnya.
Terkait dengan pihak rekanan yang berperan sebagai penyalur itu, Damayanti mengaku tidak mengetahuinya, termasuk kuota yang diberikan maupun yang diganti karena keluhan rusak.
Dalam kasus ini, Kejati NTB sudah menemukan indikasi korupsi seperti yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Indikasi tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi benih yang diajukan para kelompok tani. Meskipun bersertifikat, sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis.
Bahkan, menurut hasil temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, ada 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak.
Munculnya temuan itu pun menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Pada proses tersebut, sejumlah pejabat pertanian di NTB dan pelaksana proyek pernah memberikan klarifikasi. Mereka memberikan klarifikasinya kepada tim dari Kejagung RI yang berlangsung di Kota Mataram pada bulan Oktober 2019.
Tepat setahun lamanya, Oktober 2020, Kejagung RI melimpahkan penanganan lanjutannya ke Kejati NTB berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan kasusnya naik ke tahap penyidikan.
Kejati NTB lantas melanjutkan penanganannya, bahkan ditanggapi dengan cukup serius. Hal itu terlihat dari pembentukan empat tim penyidik jaksa. Mereka bekerja dengan arahan langsung dari Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Gunawan Wibisono.
Sepanjang penanganannya, penyidik Pidsus Kejati NTB masih terus mengorek keterangan dari para saksi. Sejumlah pejabat dinas pertanian di NTB, pelaksana proyek, serta pihak pendistribusi benih jagung yang berdomisili di Jawa Timur masuk dalam agenda penyidikannya.
NTB mendapatkan kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota di provinsi ini.
Dengan mendapatkan anggaran Rp29 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar, penyalurannya dalam dua tahap.
Pada tahap pertama dengan anggaran Rp17 miliar, penyaluran benih jagung oleh pemenang lelang dari perusahaan berinisial SAM, kemudian Rp12 miliar pada tahap dua yang disalurkan oleh perusahaan berinisial WA.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021