Sejumlah desa di Kabupaten Ogan Ilir yang berada di kawasan pesisir masih belum terjangkau jaringan telekomunikasi internet dan telepon seluler (blank spot).
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Alexsander Bustomi di Kayuagung, Jumat, mengatakan, pemkab terus mendorong agar provider berperan aktif dalam mengatasi persoalan ini dengan membangun tower di titik-titik yang masih black spot tersebut.
“Pada 2020 sudah ada 19 desa di pesisir OKI sudah dibangunkan tower telekomunikasi. Kami berharap, tahun 2021 ini lebih banyak lagi,” kata dia.
Ke-19 titik tower itu dibangun di kawasan pesisir yakni Desa Sungai Somor, Kuala Sungai Jeruju, Kuala Sungai Pasir, Talang Rimba, Kecamatan Cengal, Lebung Gajah, Kecamatan Tulung Selapan. Kemudian, beberapa titik lain di wilayah daratan seperti di Kecamatan Pangkalanlampam, Jejawi, Pampangan, Mesuji Raya dan Sirah Pulau Padang.
Beberapa titik tower seperti di Sungai Somor, Talang Rimba, Kuala Sungai Pasir, Kuala Sungai Jeruju, sudah bisa melayani masyarakat.
Sementara, sisanya masih terkendala operasional karena provider berkeinginan menempatkan alat pemancar sehingga sinyal GSM/ 4G yang bisa diakses oleh warga.
Hal ini merupakan keputusan dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berorientasi pada hitungan bisnis sehingga masih dibutuhkan waktu untuk penginstalan.
Ia mengatakan kebutuhan jaringan telekomunikasi ini layaknya telah menjadi kebutuhan primer di masyarakat, apalagi di tengah pandemi ini yang mana anak-anak menjalankan sistem pembelajaran daring.
Untuk itu, Pemkab OKI mengusulkan penuntasan titik tanpa sinyal melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bhakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebuah badan yang konsen mengentaskan keterbatasan komunikasi bagi daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Selain itu, masih ada instrumen lain yang dapat diterapkan oleh para Kepala Desa untuk mengatasi kesulitan internet di desa, salah satunya merujuk pada penyediaan internet desa. Walau teknologinya berbeda dengan sinyal seluler, namun bisa mengatasi fungsi komunikasi internet.
Permendes PDTT nomor 13 tahun 2020 pasal 6 ayat 2.a beserta lampirannya dapat menjadi dasar hukum bagi desa untuk menyelenggarakan internet desa secara mandiri. Dengan begitu, desa dapat menggunakan dana desa yang diterima dari APBN untuk menjalankan program ini.
“Diskominfo OKI siap memfasilitasi penyelenggaraan internet desa dengan berbagai provider/ ISP yang ada,” kata dia.
Pihaknya terang Alex sudah berkomunikasi dengan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk membuka akses internet di wilayah blank spot lewat program Desa Internet Mandiri. Program ini menyasar desa-desa di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Teknologi yang digunakan APJII menurut Alex disiapkan untuk menyediakan jaringan internet melalui satelit lantaran sulit untuk memasang kabel serat optik.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Alexsander Bustomi di Kayuagung, Jumat, mengatakan, pemkab terus mendorong agar provider berperan aktif dalam mengatasi persoalan ini dengan membangun tower di titik-titik yang masih black spot tersebut.
“Pada 2020 sudah ada 19 desa di pesisir OKI sudah dibangunkan tower telekomunikasi. Kami berharap, tahun 2021 ini lebih banyak lagi,” kata dia.
Ke-19 titik tower itu dibangun di kawasan pesisir yakni Desa Sungai Somor, Kuala Sungai Jeruju, Kuala Sungai Pasir, Talang Rimba, Kecamatan Cengal, Lebung Gajah, Kecamatan Tulung Selapan. Kemudian, beberapa titik lain di wilayah daratan seperti di Kecamatan Pangkalanlampam, Jejawi, Pampangan, Mesuji Raya dan Sirah Pulau Padang.
Beberapa titik tower seperti di Sungai Somor, Talang Rimba, Kuala Sungai Pasir, Kuala Sungai Jeruju, sudah bisa melayani masyarakat.
Sementara, sisanya masih terkendala operasional karena provider berkeinginan menempatkan alat pemancar sehingga sinyal GSM/ 4G yang bisa diakses oleh warga.
Hal ini merupakan keputusan dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berorientasi pada hitungan bisnis sehingga masih dibutuhkan waktu untuk penginstalan.
Ia mengatakan kebutuhan jaringan telekomunikasi ini layaknya telah menjadi kebutuhan primer di masyarakat, apalagi di tengah pandemi ini yang mana anak-anak menjalankan sistem pembelajaran daring.
Untuk itu, Pemkab OKI mengusulkan penuntasan titik tanpa sinyal melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bhakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebuah badan yang konsen mengentaskan keterbatasan komunikasi bagi daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Selain itu, masih ada instrumen lain yang dapat diterapkan oleh para Kepala Desa untuk mengatasi kesulitan internet di desa, salah satunya merujuk pada penyediaan internet desa. Walau teknologinya berbeda dengan sinyal seluler, namun bisa mengatasi fungsi komunikasi internet.
Permendes PDTT nomor 13 tahun 2020 pasal 6 ayat 2.a beserta lampirannya dapat menjadi dasar hukum bagi desa untuk menyelenggarakan internet desa secara mandiri. Dengan begitu, desa dapat menggunakan dana desa yang diterima dari APBN untuk menjalankan program ini.
“Diskominfo OKI siap memfasilitasi penyelenggaraan internet desa dengan berbagai provider/ ISP yang ada,” kata dia.
Pihaknya terang Alex sudah berkomunikasi dengan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk membuka akses internet di wilayah blank spot lewat program Desa Internet Mandiri. Program ini menyasar desa-desa di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Teknologi yang digunakan APJII menurut Alex disiapkan untuk menyediakan jaringan internet melalui satelit lantaran sulit untuk memasang kabel serat optik.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021