Pakar Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Mawardi Ismail menyarankan agar Pemerintah Aceh bersama DPR Aceh merevisi qanun Aceh (peraturan daerah) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS), khususnya untuk menghilangkan beban transfer antarbank.
“Supaya pertumbuhan investasi dan bisnis di Aceh tidak terkendala dengan qanun LKS, maka perlu merevisinya untuk mengantisipasi permasalahan yang timbul ke depan," kata Mawardi Ismail, di Banda Aceh, Rabu.
Mawardi menyampaikan, dari perencanaan awal, peraturan itu diharapkan semua pihak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh. Tetapi, kejadian lapangan kemudian bertolak belakang dengan keinginan awal.
“Dari pembicaraan pengusaha, sepertinya ini bukan jadi pemecah masalah, melainkan bisa menimbulkan masalah, karena itu persoalan yang ada perlu menjadi catatan bersama," ujarnya.
Mawardi mengatakan, sistem perbankan syariah merupakan monopoli operasional, sehingga perbankan konvensional secara tidak langsung dipaksa keluar dari Aceh. Akhirnya, bank syariah lebih diuntungkan.
Menurut Mawardi, rakyat juga merasa terbebani dengan pembayaran biaya transfer antarbank lumayan tinggi sampai Rp 6.500 sekali transaksi.
“Untuk itu, kalau dengan qanun bisa kita memaksa bank konvensional keluar Aceh, kenapa tidak bisa membuat bank syariah membebaskan biaya transfer itu," kata mantan Dekan Fakultas Hukum Unsyiah itu.
Sementara, pelaku UMKM Dharul Bawadi mengeluhkan biaya transfer antarabank syariah dengan konvensional, karenanya ia berharap pemerintah bisa memberikan solusi, sehingga pelaku usaha kecil di Aceh tidak merasa dirugikan.
“Bisa saja seperti melakukan peningkatan bank syariah di Aceh bisa bekerja sama dengan konvensional untuk mengurangi atau membebaskan biaya transfer," ujar Dharul.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
“Supaya pertumbuhan investasi dan bisnis di Aceh tidak terkendala dengan qanun LKS, maka perlu merevisinya untuk mengantisipasi permasalahan yang timbul ke depan," kata Mawardi Ismail, di Banda Aceh, Rabu.
Mawardi menyampaikan, dari perencanaan awal, peraturan itu diharapkan semua pihak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh. Tetapi, kejadian lapangan kemudian bertolak belakang dengan keinginan awal.
“Dari pembicaraan pengusaha, sepertinya ini bukan jadi pemecah masalah, melainkan bisa menimbulkan masalah, karena itu persoalan yang ada perlu menjadi catatan bersama," ujarnya.
Mawardi mengatakan, sistem perbankan syariah merupakan monopoli operasional, sehingga perbankan konvensional secara tidak langsung dipaksa keluar dari Aceh. Akhirnya, bank syariah lebih diuntungkan.
Menurut Mawardi, rakyat juga merasa terbebani dengan pembayaran biaya transfer antarbank lumayan tinggi sampai Rp 6.500 sekali transaksi.
“Untuk itu, kalau dengan qanun bisa kita memaksa bank konvensional keluar Aceh, kenapa tidak bisa membuat bank syariah membebaskan biaya transfer itu," kata mantan Dekan Fakultas Hukum Unsyiah itu.
Sementara, pelaku UMKM Dharul Bawadi mengeluhkan biaya transfer antarabank syariah dengan konvensional, karenanya ia berharap pemerintah bisa memberikan solusi, sehingga pelaku usaha kecil di Aceh tidak merasa dirugikan.
“Bisa saja seperti melakukan peningkatan bank syariah di Aceh bisa bekerja sama dengan konvensional untuk mengurangi atau membebaskan biaya transfer," ujar Dharul.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021