Banda Aceh, 16/11 (Antaraaceh) - Kabupaten Aceh Selatan, salah satu dari 23 kabupaten dan kota di Provinsi Aceh termasuk daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor. Dalam setahun, rata-rata terjadi bencana alam sekitar dua sampai tiga kali.

Bencana alam langganan itu biasanya sering terjadi mulai bulan September sampai Desember, karena intensitas curah hujan tergolong tinggi.

Berdasarkan catatan, bencana alam banjir yang paling parah terjadi di Kabupaten Aceh Selatan adalah pada tahun 2009 yang merendam hampir mayoritas wilayah Kecamatan Trumon Raya sampai-sampai Gubernur Aceh yang saat itu dijabat oleh drh Irwandi Yusuf terpaksa bermalam dengan para pengungsi di tenda darurat.

Akibat sungai dan saluran yang ada di wilayah tersebut banyak yang dangkal dan tersumbat serta ditambah lagi hampir mayoritas wilayah Trumon Raya terdiri dari wilayah rawa-rawa dan hutan gambut, maka setiap kali diguyur hujan lebat akan terjadi banjir luapan air sungai. Parahnya lagi, jika wilayah itu telah dilanda banjir maka genangan air cukup lama surut.

Selain itu, seringnya terjadi banjir, karena kiriman dari Kabupaten Aceh Tenggara.

Mantan anggota DPRK Aceh Selatan Zulfadhli di Tapaktuan mengatakan, persoalan bencana banjir di wilayah Trumon Raya seperti telah menjadi agenda tahunan, karena jika mulai diguyur hujan lebat atau Kabupaten Aceh Tenggara telah banjir, wilayah itu juga akan terjadi banjir.

Dampak dari bencana banjir itu, sebutnya, tidak hanya merendam ribuan rumah penduduk, tapi juga mengakibatkan terendam dan rusaknya lahan pertanian milik warga setempat seperti lahan jagung, sawit, serta tanaman palawija lainnya.

Dirinya, kata Zulfadhli, menyayangkan sikap Pemkab Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh selama ini, karena meskipun bencana banjir seakan-akan telah menjadi agenda tahunan di wilayah itu, namun belum ada langkah konkrit untuk menanggulangi persoalan itu agar tidak terulang lagi di tahun-tahun berikutnya.

Persoalan bencana alam yang paling parah terakhir kali terjadi di tahun 2014 ini yaitu di wilayah Kecamatan Labuhan Haji Raya.  Ekses bencana alam berupa banjir dan tanah longsor yang terjadi beberapa waktu lalu itu, mengakibatkan sekitar 3.000 unit lebih rumah penduduk terendam, ribuan hektare lahan pertanian rusak.

Belasan fasilitas infrastruktur umum seperti jalan dan jembatan desa putus, serta juga merendam beberapa rumah sekolah dan bangunan puskesmas sehingga mengakibatkan terganggunya aktifitas proses belajar mengajar serta terganggunya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Gusmawi Mustafa, salah seorang warga Kecamatan Labuhan Haji mengatakan, selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi kali ini merupakan yang paling parah.

"Pengakuan para orang-orang tua di sini, bencana banjir kali ini merupakan yang paling parah selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir," ucap Gusmawi.

Mantan anggota DPRK Aceh Selatan dari Labuhan Haji Azmir mengatakan, bencana banjir yang terjadi di daerahnya merupakan banjir luapan sungai yang dangkal sehingga tidak sanggup lagi menampung air hujan untuk dialiri secara lancar ke laut.

"Penyebab utama sehingga wilayah Kecamatan Labuhan Haji Raya ini sudah sangat sering terjadi banjir setiap kali turun hujan lebat, murni karena sungai-sungai telah dangkal serta saluran-saluran telah banyak tersumbat, sehingga tidak mampu lagi mengaliri air hujan secara lancar ke laut," ujarnya.

Menurut Azmir, satu-satunya solusi untuk mengakhiri persoalan tersebut adalah Pemkab Aceh Selatan dibantu Pemerintah Aceh segera harus menormalisasi kembali sungai-sungai yang telah dangkal serta memperbaiki kembali saluran drainase yang telah banyak rusak atau tersumbat.

Sementara, di Kemukiman Menggamat, Kecamatan Kluet Tengah, persoalan yang sedang terjadi di sana serta sangat di khawatirkan oleh masyarakat yang bermukim di dua desa masing-masing Desa Siurai-urai dan Desa Koto Indarung adalah persoalan erosi Sungai Kluet.

Menurut anggota DPRK Aceh Selatan dari Fraksi Partai Aceh Tgk Mustarudin persoalan erosi Krueng (sungai) Kluet tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu, namun saat ini kondisinya sudah semakin parah makanya masyarakat setempat sangat resah.

"Saat wilayah ini diguyur hujan lebat beberapa waktu lalu air Krueng Kluet meluap sehingga mengakibatkan persoalan erosi semakin parah dan mengkhawatirkan," ungkapnya.

Dia menyebutkan, akibat erosi itu sedikitnya sebanyak tiga unit rumah penduduk telah hanyut dibawa arus air serta sepuluh unit lainnya yang berdiri di sepanjang bantaran sungai itu terpaksa harus dibongkar.

Di samping itu, sambungnya, puluhan hektare lahan pertanian milik masyarakat juga telah amblas ke dasar sungai akibat secara terus menerus digerus oleh erosi sungai itu. Belasan aset desa lainnya seperti jalan dan jembatan desa, kuburan umum, lapangan olah raga pemuda juga telah amblas ke dasar sungai.

Langkah Penanganan
Untuk menanggulangi persoalan bencana alam berupa banjir tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Selatan telah melakukan berbagai langkah mulai dari pendataan, penanganan darurat sampai kepada langkah koordinasi untuk penanganan secara permanen.

"Setiap kali terjadi bencana alam, yang pasti kami dari BPBD langsung bereaksi cepat turun ke lapangan. Mulai dari pendataan korban maupun dampak kerugian materil akibat bencana alam itu, sampai kepada langkah penanganan darurat selama diberlakukannya masa tanggap darurat," kata Kepala BPBD Aceh Selatan Cut Syazalisma.

Seperti pada saat bencana alam yang terjadi baru-baru ini, kata Cut Syazalisma, dalam masa tanggap darurat selama 14 hari yang ditetapkan Bupati Aceh Selatan, pihaknya telah menerjunkan alat berat (beco) ke titik lokasi bencana di antaranya seperti ke wilayah Labuhan Haji Raya dan Desa Siurai-urai dan Desa Koto Indarung, Kecamatan Kluet Tengah.

"Di Labuhan Haji Raya, kami melakukan penanganan secara darurat untuk menormalisasi kembali sungai-sungai yang telah dangkal serta saluran yang tersumbat. Kami yakin jika langkah normalisasi sungai itu telah dilakukan persoalan banjir akan bisa diminimalisir," tegasnya.

Sebab, ujarnya, berdasarkan amatan dan pandangan BPBD Aceh Selatan bahwa sumber masalah banjir yang terjadi selama ini adalah karena luapan sungai atau saluran air yang banyak telah dangkal atau tersumbat.

"Penanganan yang mesti harus dilakukan segera untuk mengatasi persoalan itu adalah optimalisasi fungsi sungai dan saluran atau drainase dengan perencanaan dan penataan yang baik ke depannya, langkah penanganan seperti itu tidak hanya di Labuhan Haji, tapi harus ke seluruh sungai dan saluran yang ada di Aceh Selatan sebab rata-rata persoalan yang terjadi hampir sama yakni sudah dangkal," kata Cut Syazalisma.

Termasuk untuk menanggulangi persoalan erosi Krueng Kluet, menurut Cut Syazalisma, pihaknya juga telah melakukan langkah penanganan secara darurat yaitu melakukan pengerukan untuk mengalihkan atau memindahkan aliran sungai agar tidak terjadi lagi pengikisan tebing tanah di pinggir sungai.

Sebelumnya, kata dia, saat terjadi bencana alam banjir di wilayah Kecamatan Trumon Raya tahun 2009, langkah penanganan serupa yakni  menormalisasi sungai dan saluran yang ada juga telah dilakukan pihaknya. Dan hasilnya, ternyata sangat menggembirakan karena terbukti setelah itu persoalan banjir luapan sudah bisa diminimalisir.

"Langkah yang dapat kami lakukan hanya dalam kapasitas penanganan darurat, sedangkan untuk langkah penanganan secara permanen itu biasanya butuh kajian dan telaahan yang lebih mendalam lagi oleh pihak bidang tekhnis dalam hal ini pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU). Kami paling hanya sebatas mengkoordinasikan saja," imbuhnya.

Namun demikian, sambungnya, berdasarkan hasil perkembangan terakhir pasca melakukan peninjauan langsung ke beberapa titik lokasi bencana alam, Bupati Aceh Selatan H T Sama Indra telah memerintahkan pihak dinas terkait untuk menghitung kerugian akibat kerusakan sejumlah infrastruktur akibat banjir dan tanah longsor.

"Artinya bahwa, untuk langkah rehabilitasi dan rekonstuksi penanggulangan pasca bencana alam tersebut pasti akan di lakukan oleh Pemkab Aceh Selatan. Namun realisasinya tidak mungkin langsung saat ini, sebab beberapa paket proyek di antaranya sedang dalam proses usulan baik ke provinsi maupun ke pusat," ujarnya.

Pewarta:

Editor : Antara Aceh


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014