Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) komitmen untuk melestarikan kesenian didong yang berasal dari daerah dataran tinggi Gayo, yang kini tengah berada pada masa stagnasi.

Kepala Bidang Bahasa dan Seni Disbudpar Aceh Nurlaila Hamjah mengatakan salah satu cara untuk melestarikannya melalui pentas kesenian Pride of Gayo, yang menjadi wadah bagi seniman untuk melakukan pertunjukkan karya serta mengapresiasi terhadap nilai seni itu.

“Didong ini merupakan seni kebanggaan masyarakat dari tanah tinggi Gayo yang harus terus dijaga serta dilestarikan agar dapat diwariskan kepada genarasi selanjutnya,” kata Nurlaila dalam keterangan yang diterima di Banda Aceh, Selasa.

Kegiatan itu berlangsung di Banda Aceh pada Sabtu (10/4) lalu. Pelaku seni dataran tinggi gayo menyuguhkan perpaduan seni pentas pertunjukan musil etnik, tari guel, tari saman dan didong yang menjadi satu pertunjukan yang disebut Pride of Gayo.

Disbudpar Aceh juga menyerahkan plakat serta uang tunai untuk keluarga salah satu maestro didong almarhum Abdul Kadir Toet yang diterima anaknya, sebagai wujud apresiasi pemerintah kepada seniman didong.

Ia menjelaskan kesenian didong dulu pernah berjaya di Aceh. Namun saat ini belum dilestarikan dengan maksimal sehingga berada di masa stagnasi. Maka Pemerintah Aceh terus berusaha untuk melestarikan kesenian yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2015.

“Sejarah didong mengalami masa jaya dan masa stagnasi, dari periode ke periode. Abdul kadir To’et atau yang lebih akrab dipanggil To’et merupakan seniman didong yang memadukan unsur tari, vocal dan satra. Beliau adalah penerima anugerah Bintang Jasa Nararya dari Presiden RI pada tahun 2010,” kata Nurlaila.

Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama Islam melalui media syair. Didong sangat diterima oleh masyarakat dan memudahkan para tokoh untuk menyiarkan agama Islam.

Dalam perkembangannya, didong tidak hanya ditampilkan pada hari-hari besar agama Islam, melainkan juga dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, panen raya, penyambutan tamu dan sebagainya, katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hendra Budian menyebutkan bahwa penyelenggaran pentas seni merupakan aksi nyata dalam upaya melestarikan kesenian didong.

“Kita mengapresiasi kegiatan pentas seni didong yang diselenggarakan dengan melibatkan banyak pihak. Ini upaya nyata dalam melestarikan kesenian didong untuk kembali berjaya,” kata Hendra.
 

Pewarta: Rilis

Editor : Khalis Surry


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021