Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Ahmad Taufan Damanik mengatakan selama dua tahun terakhir para penegak hukum dan masyarakat secara umum belum menunjukkan sensitivitas pada norma HAM.
"Tidak hanya norma yang mengarah pada HAM tapi juga pada norma keadilan, kemanusiaan yang menjadi dasar suatu bangsa membangun peradaban hukum," kata dia di Jakarta, Sabtu.
Peristiwa kekerasan, perendahan martabat manusia seringkali dilazimkan oleh sistem, regulasi, kultur penegakan hukum di Indonesia termasuk sistem sosial kemasyarakatan.
Bahkan, lebih buruk lagi tak jarang nilai-nilai agama juga dipakai untuk membenarkan tindakan itu. Oleh sebab itu, tugas besar semua pihak tidak hanya memantau, mengawasi atau memperbaiki sistem kelembagaan hukum baik di rumah tahanan, panti-panti, lembaga pemasyarakatan dan sebagainya tetapi mengajak seluruh elemen bangsa mengubah cara berpikir dalam melihat manusia.
"Terutama cara pandang melihat manusia ketika memberlakukan praktik penghukuman," kata Ahmad.
Ia menilai kerja sama yang dibangun dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) selama dua tahun terakhir berjalan cukup baik.
Komnas HAM menilai ada perbaikan sistem dan praktik yang salah yang dilakukan oleh suatu lembaga. Hal tersebut juga terlihat di instansi kepolisian yang memiliki keinginan mengubah keadaan.
Ia mengatakan perubahan itu dilihat dari data statistik termasuk laporan lembaga-lembaga lain yang turut melakukan pemantauan terhadap praktik kekerasan, penyiksaan dan perendahan martabat manusia.
Di satu sisi Komnas HAM melihat masih ada anggapan dari masyarakat bahwa narapidana atau orang yang melakukan tindak pidana wajar atau lazim dihukum dengan cara-cara yang mengarah pada pengabaian sisi kemanusiaan.
"Kata diwajarkan atau dilazimkan ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita sehingga sistem dan kulturalnya juga berubah pada lembaga penegakan hukum," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Tidak hanya norma yang mengarah pada HAM tapi juga pada norma keadilan, kemanusiaan yang menjadi dasar suatu bangsa membangun peradaban hukum," kata dia di Jakarta, Sabtu.
Peristiwa kekerasan, perendahan martabat manusia seringkali dilazimkan oleh sistem, regulasi, kultur penegakan hukum di Indonesia termasuk sistem sosial kemasyarakatan.
Bahkan, lebih buruk lagi tak jarang nilai-nilai agama juga dipakai untuk membenarkan tindakan itu. Oleh sebab itu, tugas besar semua pihak tidak hanya memantau, mengawasi atau memperbaiki sistem kelembagaan hukum baik di rumah tahanan, panti-panti, lembaga pemasyarakatan dan sebagainya tetapi mengajak seluruh elemen bangsa mengubah cara berpikir dalam melihat manusia.
"Terutama cara pandang melihat manusia ketika memberlakukan praktik penghukuman," kata Ahmad.
Ia menilai kerja sama yang dibangun dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) selama dua tahun terakhir berjalan cukup baik.
Komnas HAM menilai ada perbaikan sistem dan praktik yang salah yang dilakukan oleh suatu lembaga. Hal tersebut juga terlihat di instansi kepolisian yang memiliki keinginan mengubah keadaan.
Ia mengatakan perubahan itu dilihat dari data statistik termasuk laporan lembaga-lembaga lain yang turut melakukan pemantauan terhadap praktik kekerasan, penyiksaan dan perendahan martabat manusia.
Di satu sisi Komnas HAM melihat masih ada anggapan dari masyarakat bahwa narapidana atau orang yang melakukan tindak pidana wajar atau lazim dihukum dengan cara-cara yang mengarah pada pengabaian sisi kemanusiaan.
"Kata diwajarkan atau dilazimkan ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita sehingga sistem dan kulturalnya juga berubah pada lembaga penegakan hukum," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021