Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh meminta pemerintah kabupaten/kota untuk mengurangi merujuk pasien COVID-19 ke ibukota Banda Aceh, tetapi lebih mengoptimalkan perawatan pasien infeksi di seluruh rumah sakit umum daerah (RSUD) di tengah lonjakan kasus baru.
“Kalau untuk kondisi Aceh seperti ini, yang paling dikeluhkan masyarakat adalah ketersediaan tempat rawatan. Maka kita harus mengoptimalisasi perawatan di setiap daerah, tidak perlu merujuk,” kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman di Banda Aceh, Selasa.
Hal demikian, lanjut dia, dalam upaya mengantisipasi penuhnya ruang rawatan COVID-19 setiap rumah sakit di ibukota, karena harus menampung pasien rujukan dari seluruh daerah di tengah kondisi Aceh yang terus melonjakan kasus positif baru.
Menurut Safrizal kondisi Aceh sudah sangat mengkhawatirkan. Kasus positif baru terus bertambah, pasien COVID-19 yang bergejala semakin banyak, bahkan di Aceh juga telah terdeteksi kasus infeksi virus corona varian delta, yang dinilai semakin ganas.
Apalagi, tambah dia, tingkat keterisian tempat tidur perawatan pasien COVID-19 di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai rumah sakit rujukan utama juga sudah penuh, begitu juga dengan beberapa rumah sakit lainnya.
“Jadi karena sudah tidak ada tempat disini, untuk mengcover warga Banda Aceh saja sudah kewalahan. Maka kasian juga kalau pasien dari daerah dirujuk juga tidak ada tempat,” katanya.
Sebab itu IDI meminta seluruh RSUD di kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan COVID-19 untuk mengoptimalkan perawatannya.
Jika perlu, kata Safrizal, Pemerintah Aceh harus membentuk tim ahli sebagai tempat konsultasi para medis dari seluruh daerah ketika kesulitan menangani pasien infeksi corona.
“Kita harus buat daerah berani menangani pasien dengan status COVID-19. Kalau kesulitan dan perlu konsultasi maka silahkan gunakan tim ahli untuk berkonsultasi, bisa jarak jauh, melalui video call, sehingga tidak perlu merujuk pasien dari daerah itu,” katanya.
Selain itu, kata Safrizal, pihaknya belum mendapatkan keluhan dari rumah sakit atau pusat rawatan di seluruh Aceh terkait kekurangan ketersediaan tabung oksigen bagi pasien COVID-19. Hanya saja ketersediaan tabung oksigen di Apotek atau toko sudah menipis.
“Jadi kalau oksigen faktanya yang kita lihat, kalau kita ingin melakukan isolasi mandiri, terus beli tabung oksigen di luar, maka itu susah sekali, hampir tidak ada. Tapi kalau di pusat rawatan belum ada yang mengatakan oksigennya habis,” katanya.
Kendati demikian, IDI terus mengajak masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti selalu memakai masker saat beraktivitas, menjaga jarak, mencuci tangan, mengindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Hingga kini, data Satgas COVID-19 Aceh mencatat, secara akumulatif kasus COVID-19 di Aceh sudah mencapai 30.660 orang, di antaranya 1.333 orang meninggal duni, 23.060 orang telah dinyatakan sembuh dan 6.267 orang masih dalam perawatan atau isolasi mandiri.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
“Kalau untuk kondisi Aceh seperti ini, yang paling dikeluhkan masyarakat adalah ketersediaan tempat rawatan. Maka kita harus mengoptimalisasi perawatan di setiap daerah, tidak perlu merujuk,” kata Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman di Banda Aceh, Selasa.
Hal demikian, lanjut dia, dalam upaya mengantisipasi penuhnya ruang rawatan COVID-19 setiap rumah sakit di ibukota, karena harus menampung pasien rujukan dari seluruh daerah di tengah kondisi Aceh yang terus melonjakan kasus positif baru.
Menurut Safrizal kondisi Aceh sudah sangat mengkhawatirkan. Kasus positif baru terus bertambah, pasien COVID-19 yang bergejala semakin banyak, bahkan di Aceh juga telah terdeteksi kasus infeksi virus corona varian delta, yang dinilai semakin ganas.
Apalagi, tambah dia, tingkat keterisian tempat tidur perawatan pasien COVID-19 di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai rumah sakit rujukan utama juga sudah penuh, begitu juga dengan beberapa rumah sakit lainnya.
“Jadi karena sudah tidak ada tempat disini, untuk mengcover warga Banda Aceh saja sudah kewalahan. Maka kasian juga kalau pasien dari daerah dirujuk juga tidak ada tempat,” katanya.
Sebab itu IDI meminta seluruh RSUD di kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan COVID-19 untuk mengoptimalkan perawatannya.
Jika perlu, kata Safrizal, Pemerintah Aceh harus membentuk tim ahli sebagai tempat konsultasi para medis dari seluruh daerah ketika kesulitan menangani pasien infeksi corona.
“Kita harus buat daerah berani menangani pasien dengan status COVID-19. Kalau kesulitan dan perlu konsultasi maka silahkan gunakan tim ahli untuk berkonsultasi, bisa jarak jauh, melalui video call, sehingga tidak perlu merujuk pasien dari daerah itu,” katanya.
Selain itu, kata Safrizal, pihaknya belum mendapatkan keluhan dari rumah sakit atau pusat rawatan di seluruh Aceh terkait kekurangan ketersediaan tabung oksigen bagi pasien COVID-19. Hanya saja ketersediaan tabung oksigen di Apotek atau toko sudah menipis.
“Jadi kalau oksigen faktanya yang kita lihat, kalau kita ingin melakukan isolasi mandiri, terus beli tabung oksigen di luar, maka itu susah sekali, hampir tidak ada. Tapi kalau di pusat rawatan belum ada yang mengatakan oksigennya habis,” katanya.
Kendati demikian, IDI terus mengajak masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti selalu memakai masker saat beraktivitas, menjaga jarak, mencuci tangan, mengindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Hingga kini, data Satgas COVID-19 Aceh mencatat, secara akumulatif kasus COVID-19 di Aceh sudah mencapai 30.660 orang, di antaranya 1.333 orang meninggal duni, 23.060 orang telah dinyatakan sembuh dan 6.267 orang masih dalam perawatan atau isolasi mandiri.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021