Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Aceh meminta pemerintah dan masyarakat provinsi setempat tidak mengabaikan penularan COVID-19 terhadap anak yang terus meningkat, bahkan mencapai 1.556 orang yang terkonfirmasi positif.
“Kasus positif COVID-19 pada anak tinggi di Aceh. Memang angka kejadian lebih rendah dibanding dewasa, tetapi anak juga menjadi prioritas,” kata Wakil Ketua IDAI Aceh dr Raihan di Banda Aceh, Selasa.
Data hingga (22/8) lalu, IDAI mencatat sebanyak 2.741 anak di provinsi ujung barat Indonesia itu telah terpapar COVID-19. Dengan rincian 1.556 anak dinyatakan konfirmasi positif, 1.110 suspek dan 75 probabel. Kemudian ada 14 orang anak meninggal dunia akibat infeksi corona.
Selama ini, kata dia, kita berfikir bahwa kelompok anak tidak rentan tertular COVID-19. Namun, seyogyanya anak juga dapat tertular dan menularkan ke orang lain seperti orang tua, anggota keluarga, teman dan bahkan guru saat sekolah tatap muka, meskipun tidak bergajala.
Anak juga akan berisiko lebih besar terkena COVID-19 apabila memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti kanker, gagal ginjal, autoimun, HIV, kelainan jantung bawaan, penyakit parukronik, asma, diabetes mellitus, kelainansaraf, dan obesitas.
“Jadi anak bisa juga sakit berat, perlu perawatan di rumah sakit, ICU dan ventilator, bahkan meninggal. Tidak jarang juga dilaporkan anak mengalami penyakit serius seperti MIS-C,” katanya.
Memang, kata Raihan, dari total kasus anak yang positif, umumnya tidak memiliki gejala sehingga hanya membutuhkan isolasi mandiri di rumah. Tapi tidak sedikit juga kasus COVID-19 kepada anak yang bergejala dan harus dirawat di rumah sakit.
“Kasus COVID-19 anak, 80 persen hanya gejala ringan bahkan hampir tidak punya gejala. Jadi kalau ringan dan tidak bergejala maka 14 hari Insha Allah akan sembuh,” katanya.
Meskipun begitu, penularan COVID-19 pada anak ini juga harus menjadi perhatian khusus, katanya lagi.
Raihan menilai penerapan protokol kesehatan kepada anak di daerah Tanah Rencong itu masih sangat rendah. Banyak anak-anak yang tidak memakai masker ketika keluar rumah sehingga sangat rentan tertular.
“Anak itu butuh role model, tidak dengan imbauan, tetapi dipraktekkan. Kalau orang terdekatnnya tidak memakai masker, maka dia melihat itu dan langsung mencontohkannya,” kata Raihan.
Kasus COVID-19 terhadap anak akan terus berfluktuatif, berulang, bahkan meningkat. Semua itu bergantung pada implementasi protokol kesehatan, mutasi varian baru COVID-19 dan cakupan vaksinasi.
Ia menyebutkan vaksinasi COVID-19 tidak hanya bagi orang dewasa, tetapi juga penting bagi kelompok anak. Pemerintah telah menetapkan bahwa kelompok anak penerima vaksinasi tersebut mulai umur 12-17 tahun.
Kata dia, vaksinasi anak akan membantu mempercepat tercapainya kekebalan kelompok (herd immunity).
“Kemudian untuk kembali ke kehidupan normal, pembukaan kembali sekolah yang aman dan dapat membantu mencegah transmisi virus, derta melindungi mereka yang berada di sekitarnya baik orang tua, guru, kakek dan nenek,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
“Kasus positif COVID-19 pada anak tinggi di Aceh. Memang angka kejadian lebih rendah dibanding dewasa, tetapi anak juga menjadi prioritas,” kata Wakil Ketua IDAI Aceh dr Raihan di Banda Aceh, Selasa.
Data hingga (22/8) lalu, IDAI mencatat sebanyak 2.741 anak di provinsi ujung barat Indonesia itu telah terpapar COVID-19. Dengan rincian 1.556 anak dinyatakan konfirmasi positif, 1.110 suspek dan 75 probabel. Kemudian ada 14 orang anak meninggal dunia akibat infeksi corona.
Selama ini, kata dia, kita berfikir bahwa kelompok anak tidak rentan tertular COVID-19. Namun, seyogyanya anak juga dapat tertular dan menularkan ke orang lain seperti orang tua, anggota keluarga, teman dan bahkan guru saat sekolah tatap muka, meskipun tidak bergajala.
Anak juga akan berisiko lebih besar terkena COVID-19 apabila memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti kanker, gagal ginjal, autoimun, HIV, kelainan jantung bawaan, penyakit parukronik, asma, diabetes mellitus, kelainansaraf, dan obesitas.
“Jadi anak bisa juga sakit berat, perlu perawatan di rumah sakit, ICU dan ventilator, bahkan meninggal. Tidak jarang juga dilaporkan anak mengalami penyakit serius seperti MIS-C,” katanya.
Memang, kata Raihan, dari total kasus anak yang positif, umumnya tidak memiliki gejala sehingga hanya membutuhkan isolasi mandiri di rumah. Tapi tidak sedikit juga kasus COVID-19 kepada anak yang bergejala dan harus dirawat di rumah sakit.
“Kasus COVID-19 anak, 80 persen hanya gejala ringan bahkan hampir tidak punya gejala. Jadi kalau ringan dan tidak bergejala maka 14 hari Insha Allah akan sembuh,” katanya.
Meskipun begitu, penularan COVID-19 pada anak ini juga harus menjadi perhatian khusus, katanya lagi.
Raihan menilai penerapan protokol kesehatan kepada anak di daerah Tanah Rencong itu masih sangat rendah. Banyak anak-anak yang tidak memakai masker ketika keluar rumah sehingga sangat rentan tertular.
“Anak itu butuh role model, tidak dengan imbauan, tetapi dipraktekkan. Kalau orang terdekatnnya tidak memakai masker, maka dia melihat itu dan langsung mencontohkannya,” kata Raihan.
Kasus COVID-19 terhadap anak akan terus berfluktuatif, berulang, bahkan meningkat. Semua itu bergantung pada implementasi protokol kesehatan, mutasi varian baru COVID-19 dan cakupan vaksinasi.
Ia menyebutkan vaksinasi COVID-19 tidak hanya bagi orang dewasa, tetapi juga penting bagi kelompok anak. Pemerintah telah menetapkan bahwa kelompok anak penerima vaksinasi tersebut mulai umur 12-17 tahun.
Kata dia, vaksinasi anak akan membantu mempercepat tercapainya kekebalan kelompok (herd immunity).
“Kemudian untuk kembali ke kehidupan normal, pembukaan kembali sekolah yang aman dan dapat membantu mencegah transmisi virus, derta melindungi mereka yang berada di sekitarnya baik orang tua, guru, kakek dan nenek,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021