Meulaboh (ANTARA Aceh) - Kepala Perum Bulog Sub Divisi Regional Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh M Junaidi mengatakan, bahwa masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) lebih membutuhkan beras miskin (raskin) dari pada E-Monay (uang elektronik) untuk kebutuhan sehari-hari.

"Bulog bersama masyarakat sangat berharap raskin tidak dihapuskan karena memperoleh beras lebih pasti untuk kebutuhan sehari-hari, sementara kalau uang bisa saja digunakan untuk yang lain,"katanya di Meulaboh, Kamis.

Beberapa petani yang menemui dirinya menyampaikan rasa khawatir apabila ada rencana penghapusan penyaluran beras raskin, karena bila itu terjadi maka para petani akan sulit memasarkan produksi beras bila sudah tidak dibeli Perum Bulog.

Junaidi menyampaikan, selama ini pihaknya tetap berpedoman pada harga tampung pembelian beras produksi petani lokal seharga Rp6.600/kilogram, selama ini juga tidak terjadi gejolak kenaikan harga beras diluar kendali karena peredaran beras dapat terkontrol.

Namun, apabila beras petani akan ditampung pembelian oleh swasta atau tengkulak dari luar Aceh dirinya pesimis harga beras tidak akan membuat masyarakat semakin terjepit, apalagi selama ini sering terjadi kenaikan harga beras karena pasokan dari luar oleh pengusaha lokal.

"Apabila Bulog masih membeli beras maka kita akan mudah stabilkan harganya dipasar, ketika harga beras naik Bulog segera mengeluarkan stok untuk di lemparkan kepasar,"imbuhnya.

Sementara itu Nisa salah seorang keluarga RTM yang menerima raskin di Desa Ranto Panjang, Kecamatan Meurebo mengatakan, baiknya pemerintah tidak menghapus penyaluran raskin karena selama ini sudah begitu terasa membantu kehidupan keluarga.

"Suami saya kerja pengrajin, kami tidak punya lahan sawah. Jadi menurut saya lebih baik kami diberi beras saja tiap bulan, kan sudah ringan sedikit beban tinggal mencari uang beli kebutuhan lain, tidak lagi mikir beli beras,"katanya.

Ibu dari delapan orang anak ini mengakui sangat membutuhkan uang untuk membiayai kehidupan keluarga karena suaminya juga sudah dalam kondisi tidak begitu kuat berkerja sebab sudah berusia lanjut, akan tetapi lebih sulit lagi bila beras tidak ada dirumah.

Kata dia, bila keluarga sepertinya memegang uang meskipun dalam besaran Rp300.000, maka akan banyak kebutuhan lain yang mendesak untuk dipenuhi sehingga bila pemerintah memberikan uang maka mungkin dipergunakan.

"Kalau sudah pegang uang pasti ada saja kebutuhan lain, akhirnya beras tidak jadi beli, tapi kalau pemerintah bisa kasih ganti raskin dengan uang Rp1 juta per rumah mungkin itu bisa,"katanya.

Salah seorang petani Kecamatan Meureubo Ibnu Hajar yang akrap disapa "Cik" yang diminta komentarnya menyatakan bahwa, selama ini petani menjual sebagian hasil penan (gabah kering) kepada kilang padi.

"Begitu sudah panen saat dibawa ke pengilingan langsung dijual, untuk biaya pengilangan dipotong sekalian dengan dengan harga beras. Tidak semua dijual, kalau dijual semua kami makan apa,"sebutnya disela-sela merontokan gabah kering di jalan lintas kecamatan itu.

Ibnu mengatakan, pada dasarnya yang dibutuhkan oleh petani adalah kemudahan pasar adanya penampung produksi mereka yang rutin mengarap lahan pertanian sederhana padi dalam setahun dua sampai tiga kali.

Masyarakat petani juga berharap, harga beli produksi mereka bisa lebih tinggi dari saat ini ditampung seharga sekitar Rp4.500 sampai Rp5.500 perkilogram oleh kilang padi, sementara  gabah kering masih ditampung dalam pembelian per karung dengan harga bervariasi.

"Kalau tidak kena air hujan atau banjir biasanya harga beli padi bisa mahal, tapi kalau sudah kena banjir seperti akhir tahun kemaren itu harga beras kami sangat murah dibeli, kalau tidak dijual mau dibawa kemana, kalau disimpan lama nanti berubah hitam,"katanya menambahkan.

Pewarta:

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015