Nagan Raya (ANTARA Aceh)- Harga tampung kopi arabika produksi masyarakat petani dataran tinggi Nagan Raya, Provinsi Aceh mengalami penurunan dari Rp30.000 per kilogram menjadi Rp25.000 per kilogram atau senilai Rp5.000 karena produksi melimpah selama musim panen.

Abdurani (43) petani kopi arabika dataran tinggi Desa Kuta Tengoh, Beutong Ateuh Bangalang, di Nagan Raya, Jum'at mengatakan, biji kopi diproduksi petani setempat selama ini mendapat pengakuan dari peneliti negara luar yang pernah turun melihat secara langsung.

"Kata orang "bule" yang pernah melihat langsung kualitas kopi disini sangat baik, biji besar-besar. Tapi sampai hari ini kami belum dapat menikmati secara utuh harga kopi arabika karena sering harga tampung tidak menentu," katanya.

Masyarakat petani setempat baru siap melakukan panen pada Februari 2015, dengan produksi rata-rata per hektare 800 kilogram bahkan mencapai 1,1 ton bagi petani yang serius bekerja keras merawat tanaman kopi diperbukitan tersebut.

Dari hasil panen kopi dua kali dalam setahun petani setempat hanya mampu mendapatkan hasil Rp10 juta sampai Rp13 juta dari setiap kali panen.

Dataran tinggi Beutong Ateuh Bangalang tersebut merupakan kawasan pegunungan perbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah (Takengon) dan Bener Meriah, hampir semua masyarakat setempat berprofesi sebagai petani kopi, karet dan sayur.

"Kalaupun tidak ada yang satu hektar paling setengah hektar ada dimiliki masyarakat, tapi kendala kami disini adalah sarana transportasi sangat mahal. Karena jauh dengan pasar penampung yang datang membeli kesini harus memotong harga pegangkutan," imbuhnya.

Selain menjual biji kopi arabika sudah dipetik, dikupas dan dijemur kering, masyarakat setempat ada juga yang memiliki usaha keluarga melakukan pengilangan manual, kemudian dijual dalam bentuk kopi biasa (kopi gampong).

Permintaan kopi siap saji selain dijual keluar juga dipasarkan di kecamatan setempat dengan harga sangat rendah, namun petani memilih usaha demikian karena tidak memiliki modal untuk membawa biji kopi kepasar apabila penampung (tengkulak) tidak datang.

Masyarakat setempat berharap ada perhatian serius dari pemerintah terhadap kondisi kendala perekonomian karena akses transportasi, kemudian modal usaha untuk kegiatan sampingan seperti palawija sehingga terbantu ekonomi keluarga.

"Kalau dibilang butuh apapun kami butuh karen jauh dari kota kabupaten. Tanah disini apa saja bisa tumbuh subur bila ditanam, cuma butuh modal usaha kami tidak tahu cari kemana karena tingal dipelosok," katanya menambahkan.

Pewarta: Pewarta : Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015