Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan vaksin Zifivax yang diproduksi oleh salah satu perusahaan negeri China merupakan vaksin yang halal dan suci setelah melewati berbagai rangkaian proses pengkajian vaksin.

“Bila berbincang terkait dengan aspek kehalalan dan juga kesucian yang dalam proses pemeriksaan yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia, komposisi dan proses produksi dari vaksin ini memenuhi standar halal dan karenanya, MUI menetapkan produknya adalah halal dan suci,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers yang diikuti di Jakarta, Sabtu.

Hal tersebut telah ditetapkan oleh pihaknya melalui Fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021 tentang produk vaksin COVID-19 dari Anhui China.

Asrorun menjelaskan selama melakukan pengkajian dari aspek teknis dan syar’i, vaksin yang diproduksi oleh pihak Anhui Zhifei Longchom Biopharmaceutical tersebut tidak ditemukan penggunaan material yang bersifat haram atau najis.

Meskipun vaksin Zifivax telah dinyatakan halal, Asrorun menegaskan dalam pemakaiannya agar disesuaikan dengan keyakinan keagamaan dan disesuaikan dengan aspek keamanan sesuai dengan keputusan dari ahli ataupun lembaga yang berkompeten.

“Tetapi tidak serta merta dapat digunakan. Maka, kemudian kebolehannya sangat terkait dengan jaminan keamanan menurut ahli atau lembaga yang kredibel,” tegas dia.

Secara terpisah, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin tersebut.

"Pada hari ini Badan POM kembali menginformasikan, telah diberikannya persetujuan terhadap satu produk vaksin COVID-19 yang baru dengan nama dagangnya adalah Zifivax," ujar Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers pada Kamis (7/10).

Penny menuturkan, efikasi vaksin Zifivax dapat mencapai 81,71 persen bila dihitung mulai tujuh hari setelah mendapatkan vaksinasi lengkap dan dapat mencapai 81,4 persen apabila dihitung sejak 14 hari setelah mendapatkan vaksinasi lengkap tiga dosis.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dosis vaksin itu akan diberikan pada setiap kali suntikan sebanyak 25 mcg (0,5 mL).

Ia menyebutkan, efek samping lokal yang paling sering terjadi adalah timbul nyeri pada tempat suntikan, sementara efek sistemik yang paling sering terjadi adalah sakit kepala, kelelahan, demam, nyeri otot (myalgia), batuk, mual (nausea), dan diare dengan tingkat keparahan grade 1 dan 2.

Penny juga menyampaikan bahwa vaksin Zifivax belum diindikasikan untuk penggunaan booster. Namun apabila akan digunakan sebagai vaksin booster, baik vaksin Zifivax maupun vaksin lainnya harus melalui uji klinik booster yang dilakukan setelah diketahui data respons imun persisten dari uji klinik primer.

"Penggunaan vaksin dengan indikasi booster dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Badan POM," kata dia.

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021