Kapal dengan luas mencapai 1.900 meter persegi dan bobot sekitar 2.600 ton, terparkir di tengah pemukiman penduduk, tepatnya di Desa Punge, Blang Cut, Banda Aceh. 

Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung 1 itulah nama kapal yang dibawa dari pelabuhan Ulee Lheue Banda Aceh saat musibah besar gempa disusul Tsunami menguncang Aceh pada penghujung tahun 2004.
 
Kapal generator pembangkit lisrik milik PLN ke pemukiman warga Kota Banda Aceh itu, kini menjadi sebuah situs wisata sejarah guna mengenang musibah besar di ujung barat Indonesia itu.

Nurbaiti, pengunjung asal Lhokseumawe yang datang bersama keluarga mengungkapkan ini adalah kunjungan pertamanya. 

Pada awal pasca kejadian tsunami, ia sempat melihat kapal ini dari lintasan jalan, namun tidak pernah berkunjung.

“Pada masa awal-awal setelah kejadian tsunami, ini belum ada dipagari dan dibuat museum seperti ini. Bahkan masih nampak puing-puing bekas rumah di sekitar kapal dan rerumputan ilalang tumbuh liar,” katanya sambil sesekali mengarahkan pandangan menyusuri sekitar.

Nurbaiti tidak sempat melihat bagian dalam isi kapal, sebab petugas telah menutup pintu akses untuk masuk ke kapal. Pukul menunjukkan sekitar jam 11.00 WIB dan akan dibuka kembali pukul 14.00 WIB.

Untuk sampai ke bagian atas kapal, pengunjung harus melewati 3 tingkatan tangga. Pengunjung akan disuguhkan pemandangan pemukiman warga sekitar yang dikelilingi oleh bukit barisan dan juga sebuah mesjid yang berada di seberang jalan. Selain itu, kibaran sang saka merah putih berjajar rapi di sekeliling teralis besi pinggir kapal.

Bagian dalam kapal terdiri atas etalase foto dan informasi seputar kejadian tsunami. Selain itu, berbagai video juga diputarkan silih berganti, dari mulai video animasi tsunami hingga video wawancara dengan seorang awak kapal yang selamat.

Agus Arianto, pengelola Kapal PLTD Apung 1 sejak tahun 2015 mengatakan bahwa pengunjung pada saat masa pandemi sangat berkurang terutama wisatawan dari luar daerah maupun luar negeri. Penurunan mencapai 60 persen dari total kunjungan sebelum pandemi dan juga sempat ditutup selama seminggu pada saat kenaikan kasus COVID-19 di Aceh.

“Kalau sekarang sudah mulai ada peningkatan jumlah pengunjung, karena zonanya juga sudah oranye di Banda Aceh. Sudah mulai 300 hingga 400 pengunjung perharinya,” ucap Agus.

Situs ini dibuka pada pukul 08.00 WIB dan tutup pada pukul 12.00 WIB. Kemudian buka kembali pukul 14.00 WIB dan tutup sebentar pada saat Ashar dan selanjutnya kembali dibuka hingga pukul 18.00 WIB. Terkhusus hari Jumat, dibuka mulai pukul 14.00 WIB.

Enam orang tour guide dengan shift yang bergantian hadir untuk membagikan informasi dan edukasi seputar PLTD Apung. Tidak ada patokan biaya, pengunjung bebas memberikan tip seikhlas hati kepada tour guide tersebut, kesadaran masing-masing dari pengunjung.

Selain itu, tidak ada biaya pungutan retribusi untuk memasuki wilayah situs tsunami Kapal PLTD Apung ini. Agus mengatakan dari mulai awal dibukanya museum ini, tidak pernah ada pungutan untuk biaya masuk.

Biaya parkir, pegunjung cukup membayar sebesar Rp2 ribu untuk sepeda motor dan Rp5 ribu untuk kendaraan mobil pribadi. Di samping kanan-kiri di bagian luar gerbang juga banyak terdapat penjual souvenir khas Aceh seperti tas, dompet, baju, peci, gantungan kunci, dll yang bisa dijadikan oleh-oleh untuk diri sendiri atau pun sanak keluarga.
 

Pewarta: Febby Andriyani

Editor : M Ifdhal


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021