Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan hingga saat ini belum ada mutasi yang terjadi pada gen penyebab keparahan penyakit pada virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Ia mengatakan jika terjadi mutasi pada gen penyebab keparahan penyakit, itu akan sangat mengkhawatirkan karena ada kemungkinan menyebabkan gejala klinis COVID-19 bertambah berat.

"Alhamdulillah, sampai sekarang tidak satupun mutasi terjadi pada gen yang menentukan keparahan penyakit. Kalau bisa jangan," kata Yunis saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Keparahan penyakit berkaitan dengan gejala klinis yang dialami penderita COVID-19, dan tidak berhubungan dengan laju penularan.



Yunis menuturkan suatu varian dapat lebih berbahaya bergantung pada mutasi yang terjadi pada gen-gen tertentu. Menurut dia, yang paling bahaya adalah jika mutasi terjadi pada gen yang menentukan keparahan penyakit.

Namun sejauh ini, belum ada mutasi pada gen penentu keparahan penyakit pada virus corona penyebab COVID-19. Mutasi banyak terjadi pada gen yang bertanggung jawab terhadap penularan.

Yunis mengatakan karena rantai RNA virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 panjang, sehingga mudah bermutasi. Mutasi tersebut dapat menyebabkan munculnya mutan atau varian baru.

Sebelumnya, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan varian Omicron dari virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 menyebabkan risiko transmisi dalam rumah tangga lebih tinggi dibandingkan Delta.

"Risiko penularan di dalam rumah tangga pada Omicron itu lebih tinggi karena dia memang lebih cepat menular," kata Nadia dalam diskusi virtual Membendung Transmisi Omicron di Jakarta, Jumat (24/12).

Nadia menuturkan penularan Omicron bisa tiga kali lebih cepat daripada varian Delta. Satu kasus infeksi Delta dapat menular kepada 6-8 orang.

Selain itu, Omicron juga mampu menyebabkan infeksi ulangan pada orang yang sudah terinfeksi COVID-19.*
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022