Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak Nusa Tenggara Timur (NTT) dan penanganan stunting menjadi prioritas, apalagi segera dikunjungi Presiden Joko Widodo.

"Langkah konkret diperlukan untuk percepatan penurunan stunting adalah pelibatan mitra kerja untuk memperluas jangkauan intervensi sesuai sesuai dengan kebutuhan sasaran dan potensi yang dimiliki," kata Kepala BKKBN Dr (H.C). dr Hasto Wardoyo, dalam keterangannya yang diterima di Banda Aceh, Rabu.

Hasto mengatakan, Desa Kesetnana, Kecamatan Mollo Selatan, Soe, NTT akan dikunjungi Presiden Joko Widodo pada Kamis besok (24/3). Anak-anak di sana menyambut gembira kabar tersebut.

Tidak hanya anak-anak, Wlem Kono (36) yang beristrikan Martha Koan (28) dan sudah memiliki empat anak merasa berbunga-bunga karena akan berjumpa dengan Presiden Jokowi. 

Desa Kesetnana menjadi lokasi kunjungan Presiden Joko Widodo karena termasuk daerah yang berisiko stunting. Selain warga kesulitan mendapatkan akses air bersih, faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan menjadi potensi keawaman terhadap kesehatan.

Hasto menyampaikan, BKKBN yang ditunjuk sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 membutuhkan kolaborasi dengan semua pihak. 

"Termasuk untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa “berjuang” sendiri untuk mengatasi pengentasan stunting, perlu kerjasama dari semua pihak," ujarnya.

Hasto menuturkan, sebagai salah satu unsur pentahelix dalam wujud konvergensi percepatan penurunan stunting, mitra kerja memiliki peran dan kontribusi bersama pemerintah.

Kata dia, NTT dan Timor Tengah menjadi titik tumpu kunjungan Presiden Joko Widodo mengingat NTT merupakan provinsi prioritas penanganan stunting dengan prevalensi 37,8 persen pada 2021.

"Angka itu menjadi yang tertinggi dari angka rata-rata prevalensi stunting dari provinsi lainnya di Indonesia yang mencapai 24,4 persen," katanya.

Menurut Hasto Wardoyo, tingginya stunting di NTT bukan hanya persoalan kesehatan dan kekurangan gizi, tetapi juga karena kesulitan mendapatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan. Kemudian faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan serta pola asuh yang salah turut menyumbang tingginya angka prevalensi stunting di sana.

Dirinya menuturkan, Desa Kesetnana NTT menjadi gambaran umum dari 278 desa yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan prevalensi stunting tinggi. 

"Bahkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 tercatat mencapai 48,3 persen, paling tinggi di Indonesia," ujarnya.

Hasto menyatakan, dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ini sebagai bentuk perhatian penuh untuk penanganan stunting yang tinggi di sana. Berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih  memiliki 15 kabupaten berkategori "merah”.  Artinya tingkat prevalens di atas 30 persen.

Adapun 15 kabupaten tersebut yakni Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara juga memiliki prevalensi  di atas  46 persen

Sementara 7 kabupaten/kota berstatus kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

"Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen," kata Hasto.

Sementara itu, Yayasan Seribu Cita Bangsa (1000 Days Fund) yang sejak 2018 meluncurkan program pencegahan stunting melalui intervensi  tingkat desa menggunakan alat edukasi inovatif serta mudah disebar seperti poster pintar dan selimut cerdas agar mudah dipahami warga. 

"Dengan dukungan  donor seperti dari Yayasan Ishk Tolaram, 1.000 Days Fund menyasar desa-desa terpencil di NTT termasuk di Timor Tengah Selatan," kata Ketua Yayasan Seribu Cita Bangsa Jessica Arawinda.

Kata Jessica, ketika pertama kali mereka datang ke salah satu desa di NTT, sebagian besar masyarakat tidak mengenal stunting, dan apa kaitannya dengan 1.000 hari pertama kehidupan serta cara mengoptimalkan pertumbuhan anak untuk mencegah stunting. 

"Program pertama kami menunjukan perubahan perilaku dan kebiasaan orang tua dan pengasuh yang signifikan. Intervensi dalam bentuk informasi dan pengetahuan mendorong perubahan perilaku yang berkelanjutan,” ujarnya. 

Jessica menyampaikan, mereka berinisiatif mengajukan anggaran dana desa yang lebih besar untuk berbagai kebutuhan ibu dan anak serta kebutuhan posyandu di sana. 

“Kami ingin pengetahuan dan kesadaran ini kemudian menghasilkan efek domino yang mendorong perubahan lain yang lebih pro terhadap perempuan dan anak di desa-desa tempat kami melakukan program,” ucap Jessica Arawinda.

Dalam kesempatan ini, ECED Adviser Tanoto Foundation Widodo Suhartoyo yang juga terlibat aktif dalam penanganan stunting di Timor Tengah Selatan mengakui kerjasama kolaboratif dengan BKKBN sangat strategis karena mengatasi persoalan keterbelakangan pendidikan dari sektor hulu. 

"Jika masalah stunting bisa kita atasi dari awal maka kami percaya tingkat pendidikan masyarakat juga akan meningkat. Tanoto sangat peduli dengan penguatan Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang menjadi garda depan BKKBN dalam upaya akselerasi percepatan penurunan stunting dan komunikasi perubahan perilaku  masyarakat,” kata Widodo Suhartoyo.

Selain 1.000 Days Fund dan Tanoto Foundation, Nestle, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Danone, Dexa Group serta Bulog juga selalu ikut berpartisipasi aktif bersama BKKBN di Timor Tengah Selatan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

BKKBN bersama para mitra kerja merasa optimis, target penurunan prevalensi stunting dari 48,3 persen di 2021 lalu menurun menjadi 43,01 persen akhir 2022, serta terus melandai di angka prevalensi 36,22 persen pada 2023, kemudian pada 2024 bisa menuju angka 29,35 persen.

Rencananya kunjungan kerja Presiden Joko Widodo di Timor Tengah Selatan pada Hari Kamis (24 Maret 2022) akan meninjau secara langsung program yang dikerjakan BKKBN seperti pemeriksaan kesehatan calon pengantin untuk deteksi dini potensi stunting. 

Kemudian, juga melihat program BKKBN tentang pemeriksaan ibu hamil, penimbangan dan pengukuran tinggi balita, kunjungan ke rumah warga serta proses pembangunan program bedah rumah masalah pembenahan sanitasi.

Serta, kelayakan rumah sehat untuk warga menjadi salah satu program percepatan penurunan dari lintas kementerian dan lembaga yang dikoordinir BKKBN.

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022