Jakarta (ANTARA Aceh) - Gabungan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dinilai merupakan "proyek cepat" yang tidak ada substansinya bagi memperkuat KPK.

Siaran pers Koalisi yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan, pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo harus menolak "proyek cepat" revisi UU KPK dan menarik pembahasan naskah regulasi tersebut bersama dengan DPR karena secara subtansi sudah "keluar jalur".

Koalisi menilai bahwa penolakan revisi UU KPK itu juga sebagai realisasi salah satu janji Presiden Jokowi dalam salah satu butir Nawa Cita khususnya memperkuat KPK.

Selain itu, Koalisi akan mengajak rakyat di seluruh Aceh untuk tidak memilih atau melakukan boikot terhadap Anggota DPR dan parpol yang setuju Revisi UU KPK baik dalam Pilkada serentak 2017 di Aceh maupun Pemilu 2019 mendatang.

Koalisi juga ingin KPK mengirimkan surat resmi yang menyatakan penolakan terhadap rencana pembahasan Revisi UU KPK dengan substansi yang melemahkan kerja KPK.

Koalisi tersebut terdiri antara lain atas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, KontraS Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), dan Walhi Aceh.

Sebagaimana diwartakan, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) harus dilakukan secara utuh dan komprehensif karena keberadaannya yang dinilai sangat bermanfaat bagi pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Revisi UU KPK yang tidak melibatkan stakeholders secara utuh dan menyeluruh, apalagi seluruh elemen penting di dalam KPK, adalah pengingkaran atas fakta bahwa korupsi menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kepentingan publik," kata mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Menurut Bambang Widjojanto, tidak ada satu pun naskah akademik yang dapat dirujuk dan dijadikan dasar untuk mempertukarkan gagasan pasal yang direvisi mengindikasikan revisi UU KPK hanya untuk melemahkan KPK.

Posisi hukum di dalam KPK sendiri, ujar dia, terlihat punya banyak opsi soal perubahan. Karena itu, KPK dituntut untuk menjelaskannya pada publik di mana posisi hukumnya.

"KPK harus menyadari kèberadaannya, bukan untuk dirinya tapi untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga juga harus bertanggung jawab pada konstituennya," ucapnya.

Pewarta: Pewarta : Muhammad Razi Rahman

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016