Baitul Mal Aceh melakukan papanisasi atau pematokan puluhan ribu meter luas tanah di tujuh lokasi aset wakaf dan harta agama yang dikelola lembaga tersebut di wilayah Kabupaten Aceh Besar.
“Hal ini dilakukan untuk melindungi aset wakaf dan harta agama, sehingga lebih terjamin keabadiannya,” kata Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh Rahmad Raden di Banda Aceh, Selasa.
Ia menjelaskan selain pemasangan papan nama yang memuat data nama aset, nazir, legalitas, ukuran, serta peruntukan, pihaknya juga memasang tanda batas tanah dan pengurusan sertifikat pada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dengan ini diyakini, legalitas tanah cukup memadai dan terhindar konflik dengan pihak lain. Dengan dasar legalitas itu juga akan memudahkan Baitul Mal dalam menggunakan aset wakaf dan harta agama itu untuk dikembangkan sebagai ladang bisnis peternakan, perumahan, dan asrama.
“Dapat juga dibangun pesantren modern dan pertanian padi organik. Untuk ini, kami mengharapkan masyarakat terus berwakaf melalui Baitul Mal Aceh untuk mengembangkan aset wakaf yang telah ada,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Wakaf dan Perwalian Sekretariat Baitul Mal Aceh Fachrur Razi menjelaskan tanah wakaf yang dipasang papan nama, yaitu tanah sawah wakaf di Lamsiteh 2.447 meter, dan tanah sawah di Blang Kiree 1.793 meter.
Selanjutnya, tanah wakaf di Kajhu 863 meter, tanah wakaf di Lambada Lhok 500 meter, tanah wakaf Ladong 8.994 meter, serta tanah wakaf di Lam Griheu 17.948 meter.
“Satu lokasi lagi harta agama yang dibeli dengan dana infak di Ladong, seluas 40.869 meter,” katanya.
Menurut dia, sejumlah aset wakaf tersebut sudah cukup lama dikelola oleh Baitul Mal Aceh, bahkan terdapat aset yang diwarisi oleh Badan Harta Agama sejak tahun 1990. Ada juga tanah wakaf yang diterima dari wakif tahun 2008 dan wakaf baru tahun 2020.
“Seluruh tanah wakaf ini sudah mendapatkan legalitas Akte Ikrar Wakaf/Akter Ikrar Wakaf Pengganti dari KUA dan dalam proses pengurusan sertifikat tanah wakaf dari BPN, yang diperkirakan selesai akhir Desember 2022,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
“Hal ini dilakukan untuk melindungi aset wakaf dan harta agama, sehingga lebih terjamin keabadiannya,” kata Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh Rahmad Raden di Banda Aceh, Selasa.
Ia menjelaskan selain pemasangan papan nama yang memuat data nama aset, nazir, legalitas, ukuran, serta peruntukan, pihaknya juga memasang tanda batas tanah dan pengurusan sertifikat pada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dengan ini diyakini, legalitas tanah cukup memadai dan terhindar konflik dengan pihak lain. Dengan dasar legalitas itu juga akan memudahkan Baitul Mal dalam menggunakan aset wakaf dan harta agama itu untuk dikembangkan sebagai ladang bisnis peternakan, perumahan, dan asrama.
“Dapat juga dibangun pesantren modern dan pertanian padi organik. Untuk ini, kami mengharapkan masyarakat terus berwakaf melalui Baitul Mal Aceh untuk mengembangkan aset wakaf yang telah ada,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Wakaf dan Perwalian Sekretariat Baitul Mal Aceh Fachrur Razi menjelaskan tanah wakaf yang dipasang papan nama, yaitu tanah sawah wakaf di Lamsiteh 2.447 meter, dan tanah sawah di Blang Kiree 1.793 meter.
Selanjutnya, tanah wakaf di Kajhu 863 meter, tanah wakaf di Lambada Lhok 500 meter, tanah wakaf Ladong 8.994 meter, serta tanah wakaf di Lam Griheu 17.948 meter.
“Satu lokasi lagi harta agama yang dibeli dengan dana infak di Ladong, seluas 40.869 meter,” katanya.
Menurut dia, sejumlah aset wakaf tersebut sudah cukup lama dikelola oleh Baitul Mal Aceh, bahkan terdapat aset yang diwarisi oleh Badan Harta Agama sejak tahun 1990. Ada juga tanah wakaf yang diterima dari wakif tahun 2008 dan wakaf baru tahun 2020.
“Seluruh tanah wakaf ini sudah mendapatkan legalitas Akte Ikrar Wakaf/Akter Ikrar Wakaf Pengganti dari KUA dan dalam proses pengurusan sertifikat tanah wakaf dari BPN, yang diperkirakan selesai akhir Desember 2022,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022