Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh terus menelusuri sebaran kawanan kelompok gajah liar di wilayah hutan Provinsi Aceh untuk dipasang kalung GPS atau GPS collar, guna bisa memantau pergerakannya dalam upaya meminimalisir konflik satwa dengan penduduk.

“Sekarang di Aceh ada sekitar tujuh kelompok gajah liar, setiap kelompok ada satu ekor yang dipasang GPS collar untuk memantau pergerakannya,” kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Kamis.

Ia menjelaskan, daerah-daerah di Aceh yang kerap terjadi konflik gajah dengan manusia seperti Kabupaten Pidie, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, hingga Aceh Selatan. Namun, kelompok kawanan gajah paling besar berada di wilayah Pidie.

Baca juga: Hindari konflik dengan manusia, BKSDA upayakan buat peta pergerakan gajah

Kendati demikian, menurut Agus, kelompok kawanan gajah di daerah Tanah Rencong itu terus bertambah, menyusul terdegradasi wilayah pergerakan satwa dilindungi yang memiliki belalai itu akibat perambahan hutan oleh manusia.

Oleh sebab itu, BKSDA terus menelusuri pecahan kelompok baru dari kelompok-kelompok gajah yang sudah ada tersebut, agar salah satu gajah dari kelompok baru tersebut bisa dipasang GPS collar.

“Ini sedang kita telusuri dan nanti kita pasang secara keseluruhan GPS collar sehingga kita tahu peta pergerakannya secara lengkap,” katanya.

Selanjutnya, kata Agus, dari data GPS collar nantinya juga akan dianalisis setiap wilayah-wilayah pergerakan gajah, termasuk ketika gajah memasuki perkampungan. Harapannya, cara seperti ini bisa meminimalisir konflik satwa liar yang kerap terjadi dengan masyarakat.

“Dari tujuh kelompok yang sudah ada ini, kita buat peta pergerakannya, disitu nanti kita analisis apa sebetulnya yang ada dalam kawasan hutan yang berkonflik itu,” katanya.

Kemudian, daerah luar kawasan hutan juga akan dikaji. “Ada apa, dulunya daerah itu apa, karena gajah cenderung lokasi pergerakannya tetap, itu yang kita gali bersama para pihak sehingga penanganan lebih efektif dan terarah,” ujarnya.

Di samping itu, BKSDA juga sedang menyusun sinkronisasi program bersama para pihak terkait dalam upaya penanganan konflik satwa liar dan masyarakat, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun), Dinas Peternakan serta instansi terkait lainnya.

“Misalnya dengan Dinas Pertanian, tentu kegiatannya jangan menanam tanaman yang disukai gajah di wilayah perlintasan gajah, karena akan habis dimakan gajah. Ini yang sedang kita sinkronisasi, untuk mengembalikan kenyamanan fungsi kawasan dari habitat, sehingga bisa meminimalisir konflik yang terjadi,” ujarnya.

Baca juga: Tim BKSDA teliti perilaku harimau serang manusia di Aceh Selatan

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023