Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyosialisasikan dengan cara memasang baliho larangan perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi dari perspektif islam.
“Bahkan dalam baliho ini juga juga terdapat gambar satwa liar dilindungi yakni harimau, gajah, orang utan dan badak. Keempat satwa kunci ini harus dilindungi, sehingga nantinya keseimbangan alam tetap terjaga,” kata Direktur Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (Yakata) Zamzami Ali di Aceh Timur, Senin.
Baliho terpasang di antaranya di depan pintu gerbang Masjid Besar Baitul Muttaqin Idi Cut, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur. Isi fatwa dicetak tebal, sehingga dapat dibaca pengguna jalan.
Zamzami Ali mengapresiasi MPU Aceh dalam menyosialisasikan fatwa tentang satwa lindung. Hal tersebut mengingat kasus perburuan dan pembunuhan satwa dilindungi kerap terjadi di Aceh Timur dan sekitarnya, baik terhadap gajah maupun harimau.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menemukan satwa lindung jenis orang utan yang dipelihara masyarakat tanpa izin.
Berpijak ke fatwa MPU Aceh, Zamzami Ali berharap masyarakat tidak memburu dan membunuh satwa liar dilindungi, karena keberadaannya sangat menentukan keseimbangan alam.
“Misalnya, jika kawasan hutan dialihkan fungsikan menjadi lahan perkebunan, maka otomatis ke depan habitat satwa dilindungi akan menyempit, sehingga tidak sedikit satwa lindung ini ditemukan di lahan perkebunan dan pertanian warga,” kata Zamzami.
Sebagaimana diketahui, fatwa MPU tersebut ditujukan ke masyarakat Aceh. Fatwa tersebut mengatur tentang larangan melakukan perburuan dan perdagangan satwa liar dalam perspektif islam.
Dalam fatwa tersebut disebutkan, menangkap dan atau membunuh satwa liar yang dilindungi di darat, laut atau udara juga tidak dibenarkan selama tidak mengancam jiwa.
Selain itu, dalam fatwa tersebut MPU juga tidak memperbolehkan memperdagangkan satwa dilindungi, sehingga masyarakat diminta memperlakukan satwa liar dengan baik untuk melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya.
“Fatwa MPU ini merupakan respons atas kondisi kerapnya terjadi konflik satwa dengan manusia, sehingga meminta pandangan ahli dan melakukan kajian dari sisi keagamaan terkait penyebab konflik terjadi dan langkah yang perlu dilakukan,” kata Ketua MPU Aceh Faisal Ali.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Bahkan dalam baliho ini juga juga terdapat gambar satwa liar dilindungi yakni harimau, gajah, orang utan dan badak. Keempat satwa kunci ini harus dilindungi, sehingga nantinya keseimbangan alam tetap terjaga,” kata Direktur Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (Yakata) Zamzami Ali di Aceh Timur, Senin.
Baliho terpasang di antaranya di depan pintu gerbang Masjid Besar Baitul Muttaqin Idi Cut, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur. Isi fatwa dicetak tebal, sehingga dapat dibaca pengguna jalan.
Zamzami Ali mengapresiasi MPU Aceh dalam menyosialisasikan fatwa tentang satwa lindung. Hal tersebut mengingat kasus perburuan dan pembunuhan satwa dilindungi kerap terjadi di Aceh Timur dan sekitarnya, baik terhadap gajah maupun harimau.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menemukan satwa lindung jenis orang utan yang dipelihara masyarakat tanpa izin.
Berpijak ke fatwa MPU Aceh, Zamzami Ali berharap masyarakat tidak memburu dan membunuh satwa liar dilindungi, karena keberadaannya sangat menentukan keseimbangan alam.
“Misalnya, jika kawasan hutan dialihkan fungsikan menjadi lahan perkebunan, maka otomatis ke depan habitat satwa dilindungi akan menyempit, sehingga tidak sedikit satwa lindung ini ditemukan di lahan perkebunan dan pertanian warga,” kata Zamzami.
Sebagaimana diketahui, fatwa MPU tersebut ditujukan ke masyarakat Aceh. Fatwa tersebut mengatur tentang larangan melakukan perburuan dan perdagangan satwa liar dalam perspektif islam.
Dalam fatwa tersebut disebutkan, menangkap dan atau membunuh satwa liar yang dilindungi di darat, laut atau udara juga tidak dibenarkan selama tidak mengancam jiwa.
Selain itu, dalam fatwa tersebut MPU juga tidak memperbolehkan memperdagangkan satwa dilindungi, sehingga masyarakat diminta memperlakukan satwa liar dengan baik untuk melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya.
“Fatwa MPU ini merupakan respons atas kondisi kerapnya terjadi konflik satwa dengan manusia, sehingga meminta pandangan ahli dan melakukan kajian dari sisi keagamaan terkait penyebab konflik terjadi dan langkah yang perlu dilakukan,” kata Ketua MPU Aceh Faisal Ali.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023