Ketua DPP Barisan Relawan Jokowi Presiden/Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP) M Adli Abdullah menyebut Presiden Joko Widodo akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat yang sudah puluhan tahun menyelimuti Indonesia, dan akan memulainya dari Aceh.
“Kasus pelanggaran HAM berat yang tidak selesai menyebabkan Indonesia terpasung dalam pusaran pelanggaran HAM, dan tidak ada pengakuan dari negara kepada korban atau ahli waris korban pelanggaran,” kata Adli dalam keterangan diterima di Banda Aceh, Rabu.
Adli menjelaskan, sebelumnya pada Januari 2023, Presiden Jokowi sudah mengumumkan 12 kasus pelanggaran HAM berat, kemudian pada Juni mendatang Presiden Jokowi akan kick off peluncuran upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial di Aceh.
“Salah satu isi dari kick off pengakuan terhadap warga negara yang menjadi eksil usai tragedi Gerakan 30 September atau G30S 1965,” kata Adli.
Baca juga: KKR Aceh dorong Pergub untuk percepatan pemulihan korban pelanggaran HAM
Setelah itu, lanjut Adli, langkah masyarakat dan pemangku kepentingan untuk terus mengawal tindak lanjut di lapangan.
Pasalnya, penyelesaian pelanggaran HAM berat non yudisial itu melibatkan 19 menteri, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Kapolri untuk membahas tindak lanjut atas rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Ham Berat Masa Lalu (PPHAM).
Dan rekomendasi tersebut sudah diserahkan ke Presiden Jokowi pada 11 Januari 2023 lalu.
“Kita harus memastikan yang menerima rekomendasi dari Tim PPHAM ini adalah mereka yang terdampak dari pelanggaran HAM berat, tidak ada pungli di lapangan dan sebagainya,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala itu.
Baca juga: DPRA berharap Presiden akomodasi seluruh kasus pelanggaran HAM di Aceh, begini penjelasannya
Adapun 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui Presiden Jokowi setelah ada rekomendasi Tim PPHAM yakni peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari, Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999.
Selanjutnya, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, peristiwa Wamena, Papua 2003, peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Baca juga: Wali Nanggroe temui Menko Polhukam Mahfud MD bahas kasus HAM berat konflik Aceh
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Kasus pelanggaran HAM berat yang tidak selesai menyebabkan Indonesia terpasung dalam pusaran pelanggaran HAM, dan tidak ada pengakuan dari negara kepada korban atau ahli waris korban pelanggaran,” kata Adli dalam keterangan diterima di Banda Aceh, Rabu.
Adli menjelaskan, sebelumnya pada Januari 2023, Presiden Jokowi sudah mengumumkan 12 kasus pelanggaran HAM berat, kemudian pada Juni mendatang Presiden Jokowi akan kick off peluncuran upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial di Aceh.
“Salah satu isi dari kick off pengakuan terhadap warga negara yang menjadi eksil usai tragedi Gerakan 30 September atau G30S 1965,” kata Adli.
Baca juga: KKR Aceh dorong Pergub untuk percepatan pemulihan korban pelanggaran HAM
Setelah itu, lanjut Adli, langkah masyarakat dan pemangku kepentingan untuk terus mengawal tindak lanjut di lapangan.
Pasalnya, penyelesaian pelanggaran HAM berat non yudisial itu melibatkan 19 menteri, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Kapolri untuk membahas tindak lanjut atas rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Ham Berat Masa Lalu (PPHAM).
Dan rekomendasi tersebut sudah diserahkan ke Presiden Jokowi pada 11 Januari 2023 lalu.
“Kita harus memastikan yang menerima rekomendasi dari Tim PPHAM ini adalah mereka yang terdampak dari pelanggaran HAM berat, tidak ada pungli di lapangan dan sebagainya,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala itu.
Baca juga: DPRA berharap Presiden akomodasi seluruh kasus pelanggaran HAM di Aceh, begini penjelasannya
Adapun 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui Presiden Jokowi setelah ada rekomendasi Tim PPHAM yakni peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari, Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999.
Selanjutnya, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, peristiwa Wamena, Papua 2003, peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Baca juga: Wali Nanggroe temui Menko Polhukam Mahfud MD bahas kasus HAM berat konflik Aceh
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023