Peneliti burung dari Kelompok Studi Lingkungan Hidup Heri Tarmizi menyatakan bahwa terdapat sekitar 33 spesies burung yang bermigrasi ke pesisir barat dan timur Aceh. 

"Salah satunya yang paling  menarik spesies paruh sendok (spoonbills) yang tersisa 500 ekor di dunia bermigrasi ke pesisir Timur, Aceh Utara," kata Heri Tarmizi, di Banda Aceh, Senin.

Dirinya menjelaskan, burung migrasi sendiri merupakan burung yang datang ke suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu setiap tahun.

Baca juga: Akademisi sebut mikroplastik ancam burung migrasi

Secara musiman, datang ketika daerah tempat berbiaknya musim dingin, sehingga mereka pindah ke belahan bumi selatan salah satunya Indonesia termasuk Aceh untuk mencari pakan.

"Mereka punya waktu yang lama di sini lebih lama di daerah cari makan ini dibandingkan daerah berbiaknya," ujarnya.

 

Ia menyebutkan, adapun 33 spesies burung migrasi yang ditemukan tersebut terdiri atas 23 jenis burung pantai, yakni Trinil pantai, kedidi merah, kedidi golgol, kedidi leher merah, kedidi besar, cerek tilil, cerek muka putih, cerek pasir besar, dan cerek pasir Mongolia.

Kemudian, berkik rawa, berkik ekor-lidi, trinil-lumpur Asia, biru-laut ekor-blorok, biru-laut ekor-hitam, gajahan timur, gajahan pengala, cerek kernyut, cerek besar, trinil nordamn, trinil kaki hijau, trinil rawa, trinil kaki merah, dan trinil bedaran. 

Selanjutnya, 10 spesies lainnya merupakan burung migrasi laut yakni dara laut kumis, dara laut sayap putih, dara laut tiram, dara laut kaspia, kaki rumbai kecil, dara laut kecil, dara laut bengala, dara laut jambul, dara laut biasa, serta camar kepala hitam. 

Heri menyampaikan, saat ini sudah memasuki akhir dari periode migrasi burung karena harus kembali untuk berbiak. Meskipun begitu, masih ada sekitar empat spesies yang tinggal di tempat mencari pakan. 

"Itu pun yang muda karena mereka tidak melakukan migrasi karena belum cukup pakan, jadi menunggu tahun depan," katanya. 


Baca juga: Polda soroti perburuan burung kuntul dan bangau di Lamnga Aceh Besar, satu ekor dihargai Rp60.000

Adapun di Banda Aceh dan sekitarnya, lokasi pakan burung migran ini berada di kawasan tambak Kampung Jawa sampai Lampaseh, Lampulo, Alue Naga, dan Ujong Pancu yang merupakan kawasan berlumpur. 

Tanah berlumpur itu sangat disukai burung migran karena disitu terdapat banyak pakan mulai dari udang kecil, kepiting dan sebagainya.
Sekawanan burung kuntul putih (babulcus ibis) menempati hutan manggrove di Desa Lambada, Kecamatan Baitussalam, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (19/1/2023). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat capaian penanaman manggrove di Indonesia sepanjang tahun 2022 seluas 1.210 hektare atau melampaui 110,06 persen dari yang ditargetkan seluas 1.100 hektare. ANTARA FOTO/Ampelsa/YU (ANTARA FOTO/AMPELSA)


Di Alue Naga Banda Aceh, kata Heri, juga menjadi kawasan feeding area bagi burung migran. Di sana, ia menemukan sebanyak tujuh jenis burung migran, di antaranya gajahan, cerek asia, dan elang laut (osprey). 

 

Namun, habitat pakan burung migran ini juga dalam ancaman. Salah satu yang sudah terjadi adanya perubahan lanskap karena pendirian bangunan di kawasan Lampulo. 

"Di daerah Lampulo kita temukan ada perubahan, ternyata hari ini habitat burung migrasi di sana yang biasanya menjadi tempat dia makan berubah menjadi bangunan," ujarnya.

Menurut Heri, hal itu terjadi lantaran kurangnya informasi mengenai burung migran membuat pemerintah tidak melaksanakan konsep pembangunan yang berkelanjutan, yakni mencoba memberikan ruang bagi burung migran.

Sebab itu, dirinya berharap pemerintah dapat menyusun rencana tata ruang itu ruang yang bisa memberikan ruang kepada ekosistem untuk kemaslahatan bersama makhluk hidup lainnya. 

"Salah satu yang dapat dilakukan yaitu pelestarian mangrove, karena mangrove itu merupakan bentang alam dan juga sangat bermanfaat bagi manusia," katanya.

Dirinya menambahkan, masifnya perburuan burung migran juga mengancam berkurangnya jumlah populasi burung migran. Di Aceh, salah satu burung migran yang kerap diburu adalah burung berkik (snap) yang ditangkap untuk dikonsumsi. 

"Dari beberapa tahun lalu, orang Aceh suka mengonsumsi burung dan salah satunya jenis berkik, karena burung itu dianggap sesuatu yang prestisius, sebab datang setahun sekali," demikian Heri Tarmizi.


Baca juga: Petani Abdya keluhkan hama burung pipit

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023