Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh memeriksa 50 saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang yang melibatkan tiga tersangka.

"Sampai saat ini, penyidik sudah memeriksa dan meminta keterangan 50 orang saksi. Saksi-saksi tersebut merupakan pihak terkait dengan kasus tersebut," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Senin.

Sebelumnya, penyidik Kejati Aceh menetapkan TY, TR, dan M sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang. Ketiganya diduga menguasai eks lahan hak guna usaha (HGU) dan dijual kembali kepada negara.


Baca juga: Jasad korban hanyut ditemukan meninggal di sungai Aceh Tamiang

Tersangka M merupakan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang. TY merupakan direktur perusahaan eks pemegang HGU dan TR diduga menerima uang ganti rugi dari tanah negara.

Kronologis perkara berawal dari penerbitan dua HGU perkebunan karet diberikan kepada PT Desa Jaya pada 1963. HGU pertama seluas 885,65 hektare dan HGU kedua dengan luas 1.658 hektare. Masa waktu kedua HGU tersebut selama 25 tahun. Izin HGU tersebut berakhir pada Agustus 1988.

 

Sejak izin HGU berakhir pada 1988 hingga sekarang, perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan melaksanakan usaha perkebunan. Pada 2009, TR selaku pengurus perusahaan mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah milik negara. 

Tujuan pengajuan sertifikat tanah, untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk pembangunan Makodim Aceh Tamiang. Padahal, tanah yang diajukan untuk penerbitan sertifikat tersebut adalah tanah milik negara.

Kemudian, M selaku Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang menerbitkan sertifikat tanah dari tanah negara tersebut. Selang beberapa waktu kemudian, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah tersebut kepada TR dengan nilai Rp6,43 miliar.

"Penanganan kasus masih dalam proses penyidikan. Penyidik masih terus mengumpulkan keterangan serta alat dan barang bukti lainnya. Dan tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan tersangka, tergantung hasil penyidikan," kata Ali Rasab Lubis.

Dalam kasus ini, penyidik Kejati Aceh menyita lahan perkebunan dengan luas mencapai 1.306,5 hektare beserta enam sertifikat tanah. Lahan perkebunan yang disita tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.

"Sampai saat ini, penyidik masih bekerja menuntaskan penyidikan perkara. Taksiran kerugian negara dan perekonomian negara mencapai Rp46,8 miliar," kata Ali Rasab Lubis.

Para tersangka disangkakan primair melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Serta subsidair melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata Ali Rasab Lubis.

Baca juga: Nelayan Aceh Tamiang hanyut jatuh dari getek penyeberangan
 

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023