Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menghentikan penuntutan terhadap dua perkara berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif setelah para pelaku dan korban berdamai.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Selasa, mengatakan penghentian penuntutan dua perkara tersebut setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujuinya.

"Ada dua perkara yang penuntutannya dihentikan setelah Jampidum menyetujuinya. Dua perkara tersebut yakni penadahan dan penganiayaan," katanya.

Baca juga: Kejari Bireuen hentikan tiga perkara berdasarkan keadilan restoratif

Munawal mengatakan perkara penadahan dengan tersangka berinisial A. Tersangka A dikenakan melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP dengan ancaman pidana empat tahun penjara. 

Sedang perkara penganiayaan dengan tersangka berinisial F. Dan F disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman dua tahun delapan bulan penjara.

Ia menyebutkan mengatakan penghentian penuntutan dua perkara tersebut secara keadilan restoratif karena para tersangka baru pertama melakukan tindak pidana. Serta, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun 

"Selain itu, para tersangka mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban serta berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Korban juga memaafkan tersangka serta tidak akan menuntut kembali," kata Munawal.

Selanjutnya, kata Munawal, pihaknya segera menerbitkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Agung RI sebagai perwujudan kepastian hukum.

"Dengan dihentikannya penuntutan dua perkara tersebut, maka Kejari Bireuen sudah melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 23 perkara," kata Munawal Hadi.

Baca juga: Jaksa ajukan keadilan restoratif selesaikan kasus penganiayaan di Bireuen

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023