Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh A Hanan menyatakan pemuda dan perempuan mempunyai peran strategis dalam mengelola perhutanan sosial.
"Kalau yang kelola umur 40-an ke atas maka yang terpikir adalah mencangkul. Tapi kalau anak muda bisa melihat banyak potensi di hutan, apalagi perempuan lebih sabar dan kreatif," kata A Hanan di Banda Aceh, Selasa.
Hanan menyampaikan perhutanan sosial sendiri hak kelolanya hanya berlangsung selama 35 tahun dan dapat diperpanjang. Maka jika dikelola secara baik dan kreatif bisa sangat menjanjikan sebagai sumber pendapatan masyarakat.
"Contohnya di Sumbar, ada kelompok perhutanan sosial yang dikelola pemuda bisa melihat potensi lain di dalam hutan, mereka menjadikan sumber air terjun yang ada di sana sebagai tempat wisata alam," ujarnya.
Dirinya berharap pemuda dan perempuan di Aceh dapat memikirkan inovasi mengolah hasil hutan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi. Artinya, jangan bergantung pada tanaman hasil hutan saja.
Ia menjelaskan, pengelolaan hutan bukan hanya menanam tanaman jangka panjang saja, tetapi juga harus jangka pendek. Karena, di hutan juga bisa ditanami kedelai, labu, dan sebagainya.
"Selain inovasi dan kreatifitas, yang paling penting adalah bermitra dengan cara menggandeng investor dan mitra lain yang selama ini masih jarang dilakukan," kata Hanan.
Sementara itu, Sumatera Regional Senior Manager WRI Indonesia Rakhmat Hidayat menyampaikan rata-rata umur inisiator kelompok perhutanan sosial saat ini 35 tahun, sehingga tidak mungkin mengandalkan inisiator saja, melainkan butuh peran anak muda untuk melanjutkan pengelolaannya.
Selain peran pemuda, kelompok perempuan juga memiliki peran penting. Bahkan, banyak kisah sukses perhutanan sosial yang dikelola perempuan malah lebih baik dibandingkan dengan kelompok laki-laki.
"Ini menjadi pertanda keterlibatan kelompok perempuan penting dalam perhutanan sosial, KLHK sendiri sudah bentuk kaukus gender," demikian Rakhmat Hidayat.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Kalau yang kelola umur 40-an ke atas maka yang terpikir adalah mencangkul. Tapi kalau anak muda bisa melihat banyak potensi di hutan, apalagi perempuan lebih sabar dan kreatif," kata A Hanan di Banda Aceh, Selasa.
Hanan menyampaikan perhutanan sosial sendiri hak kelolanya hanya berlangsung selama 35 tahun dan dapat diperpanjang. Maka jika dikelola secara baik dan kreatif bisa sangat menjanjikan sebagai sumber pendapatan masyarakat.
"Contohnya di Sumbar, ada kelompok perhutanan sosial yang dikelola pemuda bisa melihat potensi lain di dalam hutan, mereka menjadikan sumber air terjun yang ada di sana sebagai tempat wisata alam," ujarnya.
Dirinya berharap pemuda dan perempuan di Aceh dapat memikirkan inovasi mengolah hasil hutan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi. Artinya, jangan bergantung pada tanaman hasil hutan saja.
Ia menjelaskan, pengelolaan hutan bukan hanya menanam tanaman jangka panjang saja, tetapi juga harus jangka pendek. Karena, di hutan juga bisa ditanami kedelai, labu, dan sebagainya.
"Selain inovasi dan kreatifitas, yang paling penting adalah bermitra dengan cara menggandeng investor dan mitra lain yang selama ini masih jarang dilakukan," kata Hanan.
Sementara itu, Sumatera Regional Senior Manager WRI Indonesia Rakhmat Hidayat menyampaikan rata-rata umur inisiator kelompok perhutanan sosial saat ini 35 tahun, sehingga tidak mungkin mengandalkan inisiator saja, melainkan butuh peran anak muda untuk melanjutkan pengelolaannya.
Selain peran pemuda, kelompok perempuan juga memiliki peran penting. Bahkan, banyak kisah sukses perhutanan sosial yang dikelola perempuan malah lebih baik dibandingkan dengan kelompok laki-laki.
"Ini menjadi pertanda keterlibatan kelompok perempuan penting dalam perhutanan sosial, KLHK sendiri sudah bentuk kaukus gender," demikian Rakhmat Hidayat.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023