Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh, Siti Rolijah mengingatkan masyarakat Aceh agar berhati-hati menerima tawaran pekerjaan ke Semananjung, Malaysia, karena negara tersebut telah menutup visa untuk pekerja asing.
“Warning kepada masyarakat Aceh yang mana tahu dapat bujuk rayu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk dipekerjakan ke Malaysia, karena dari awal 2024 sampai sekarang mereka masih menutup visa kerja untuk pekerja asing,” kata Siti Rolijah, di Banda Aceh, Jumat.
Dirinya menyampaikan, penutupan visa ini hanya berlaku di kawasan Semenanjung Malaysia. Sementara untuk kawasan Sabah dan Sarawak, visa nya masih terbuka.
Baca juga: BP3MI Aceh terima 11 aduan pekerja migran ilegal dalam tiga bulan di 2024
Karena itu, dirinya mengimbau masyarakat Aceh lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di negeri jiran tersebut.
"Meskipun ada tawaran yang menyebutkan pembuatan visa, saat ini visa kerja untuk Malaysia (red- di Semanjung) belum tersedia, sehingga masyarakat harus berhati-hati dan memastikan bahwa informasi yang diterima valid,” ujarnya.
Selain itu, Siti juga mengingatkan bahwa ada beberapa negara lain yang perlu diwaspadai yang sudah menjadi zona merah bagi pekerja migran, seperti Kamboja, Myanmar, Vietnam, dan Laos.
Negara-negara ini, kata dia, mulai mengincar warga Indonesia, termasuk dari Aceh untuk dijadikan tenaga kerja.
Maka dari itu, dirinya menekankan agar masyarakat Aceh yang mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri untuk tidak ragu menghubungi pemerintah, khususnya BP2MI di tingkat pusat, dan BP3MI Aceh di daerah.
"Kalaupun memang masyarakat Aceh mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, silakan hubungi pemerintah di Indonesia, khususnya di BP2MI. Kalau untuk Aceh bisa di BP3MI Aceh," katanya.
Dalam kesempatan ini, Siti juga menyebutkan, jumlah pekerja migran asal Aceh tahun ini hingga 29 November 2024 mencapai 181 orang. Sebagian besar bekerja di perkilangan dan restoran Malaysia. Kebanyakan dari mereka berangkat dengan skema mandiri.
Hal ini diduga karena latar belakang sejarah, banyak masyarakat Aceh yang pindah ke Malaysia dan mengepakkan usaha sendiri di negeri jiran.
“Tidak semua bekerja di pengusaha Aceh paling satu atau dua orang. Paling banyak ada yang kerja di kilang, ada yang kerja di restoran. Tapi skemanya mandiri,” demikian Siti Rolijah.
Baca juga: Ini tujuh laporan korban perdagangan orang selama 2022 catatan BP3MI