Meulaboh (ANTARA Aceh) - Puluhan nelayan mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat, Provinsi Aceh mendesak diterbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penuntutan (SP3) terhadap kasus menimpa enam orang nelayan.

"Kami datang menyerahkan tuntutan sekaligus memberikan edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kajari. Nelayan kami harus dibebaskan karena pemerintah masih membolehkan penggunaan pukat Cantrang," kata Koordinator Komunitas Nelayan Tradisional (Kontan) Indra Jeumpa, di Meulaboh, Jum'at.

Nelayan sesaki halaman Kantor Kejaksaan, didampingi aktivis Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) dan pengiat Hak Asasi Manusia dari LBH Pos Meulaboh, kedatangan mereka disambut Kepala Kejaksaan (Kajari) Aceh Barat Ahmad Sahruddin.

Nelayan menyampaikan pro-kontra penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) yang sebelumnya dilarang, nelayan mengetahui lewat media massa bahwa Presiden Joko Widodo telah membolehkan penggunaan API Centrang hingga akhir 2017.

Mereka mempertanyakan konsistensi penegakan hukum dari aturan yang sudah diberlakukan pemerintah, komunitas nelayan tradisional itu membutuhkan kepastian dari pihak penyelenggara penegakan hukum dari lahirnya kebijakan-kebijakan baru.

"Presiden Jokowi sudah membolehkan penggunaan pukat centrang, kenapa keluarga kami ditangkap dan masih ditahan. Hidupan sebagai nelayan kecil sudah sekarat, ini kok malah ditambah dijerat, dimana keadilan," sebut Muktar, salah seorang keluarga nelayan.

Aksi nelayan itu memperjuangkan pembebasan enam orang rekannya yang ditangkap Satpol Air Polda Aceh pada 28 Maret 2017, enam nelayan ditangkap dan jadi tersangka karena menggunakan pukat tarek/ trawls atau mengunakan pukat centrang.

Berkas perkara kasus tersebut telah dinyatakan lengkap oleh penyidik Polri Polda Aceh dan dilimpahkan pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, kemudian kasus itu dilimpahkan pada Kejari Aceh Barat sebagai wilayah hukum tempat tindak pidana dilakukan.

Nelayan membawa Surat Edaran KKP Nomor B.1/SJ/PL.610/2017 tentang Pendampingan Pengantian Alat Penangkapan Ikan yang dilarang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPRI) sebagai bahan pertimbangan.

"Edaran itu mungkin sudah mengetahui, tapi apakah itu kemudian menjadi bagian dari alasan permintaan teman-teman nelayan dihentikan proses hukum atau tidak, itu menjadi pertimbangan lebih lanjut," kata Kajari Aceh Barat Ahmad Sahruddin menambahkan.

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017