Petani di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh mengharapkan agar harga jual gabah di tingkat petani bisa lebih tinggi agar petani tidak merugi, mengingat biaya produksi tanaman padi di daerah itu terus naik.

Keujruen blang atau lembaga adat sawah di Desa Ie Lhob, Kecamatan Tangan-Tangan Abdya Hasanusi, Selasa, mengatakan petani di daerah itu harus mengeluarkan biaya besar untuk tanam padi, sehingga diharapkan harga gabah di tingkat petani juga bisa lebih tinggi agar petani tidak rugi.

“Kalau harga beras di pasaran tinggi, tentu harga tampung gabah juga mahal, dan kami petani tidak merugi,” kata Hasanusi di Abdya.

Ia menjelaskan, saat ini harga gabah dan beras yang tinggi di pasaran merupakan hal biasa, mengingat biaya penanaman padi di sawah juga sangat tinggi, terutama untuk membayar alat dan mesin pertanian (Alsintan).

Baca juga: Bank Indonesia dorong Aceh optimalisasi sistem resi gudang beras

Kata dia, sejak adanya Alsintan modern, semua proses tanam padi dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari membajak lahan sawah, menanam bibit, hingga saat panen.

“Dulu petani sendiri yang bekerja di sawah, mulai dari bajak lahan, tanam padi, hingga panen. Modalnya kecil, tapi tenaganya terkuras. Sekarang, petani tinggal duduk manis saja. Sudah ada mesin yang kerja,” ujarnya.

Hasan mengatakan, sekarang petani harus menyiapkan dana besar untuk membayar pemilik Alsintan, baik untuk upah bajak, tanam, hingga panen.

Kata dia, untuk upah membajak sawah sampai bisa tanam, dibutuhkan biaya sebesar Rp2,55 juta per hektare. Selain itu, upah pembuatan pematang sawah sekaligus menjaga air sebesar Rp2,4 juta, serta ditambah dana untuk membeli benih.

Biasanya, lanjut Hasan, untuk lahan sawah seluas satu hektare membutuhkan benih padi unggul untuk disemai sebanyak sembilan sak isi 5 kilogram.

“Harganya satu sak Rp100 ribu, jadi Rp900 ribu. Kemudian, ongkos penyemaian dan cabut bibit Rp1 juta. Terakhir, upah tanam satu hektare Rp1,8 juta. Cukup tinggi biaya dikeluarkan," katanya.

Kebutuhan dana itu, dia menambahkan, belum termasuk proses pemeliharaan seperti biaya pupuk, obat hama, hingga ongkos panen, yang juga cukup besar harus dikeluarkan petani.

“Jatah pupuk subsidi tahun ini sedikit. Harus ditambah lagi dengan pupuk non subsidi yang harganya tiga kali lipat lebih mahal,” katanya.

Oleh karenanya, ia berharap, dengan biaya produksi yang tinggi, harga gabah di pasaran juga ikut tinggi. Dengan begitu, hasil panen petani bisa dibeli dengan harga yang menguntungkan.

“Kalau harga gabah dan beras murah, kami petani jadi rugi,” ujarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat pada Januari 2024, harga gabah kering panen (GKP) di provinsi itu di tingkat petani rata-rata Rp6.490 per kilogram, sedangkan harga GKP tingkat penggilingan Rp6.605 per kilogram.

Kepala BPS Provinsi Aceh Ahmadriswan mengatakan pemantauan harga gabah tersebut dilakukan di beberapa kabupaten, meliputi Aceh Timur, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan Pidie Jaya.

“Harga GKP tertinggi pada Januari 2024 mencapai Rp7.250 per kilogram di Pidie, sementara harga GKP terendah Rp6.000 per kilogram, yang terjadi di Nagan Raya,” ujarnya.

Baca juga: Warga Pulau terluar Aceh terima bantuan pangan

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024