Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Kepala  Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Selatan, Diva Samudra Putra membantah pernyataan anggota dewan yang menuding realisasi penggunaan dana hibah sejak tiga tahun terakhir sarat KKN dan terkesan diskriminatif.

"Tudingan anggota dewan tersebut tidak benar, sebab dalam pengalokasian dana hibah setiap tahunnya atas persetujuan bersama antara pihak eksekutif dengan legislatif. Artinya bahwa pihak dewan tahu persis terkait ploting dana tersebut," katanya kepada wartawan di Tapaktuan, Sabtu.

Kepastian bahwa realisasi dana hibah dimaksud sudah sesuai ketentuan yang berlaku, menurut Diva karena dalam konteks itu pihak BPKD hanya sebatas bertindak sebagai pihak yang mencairkan anggaran setelah mendapat persetujuan atau rekomendasi dari pihak-pihak terkait.

Dia mencontohkan seperti terkait dengan penyaluran bantuan modal usaha terhadap para pelaku usaha mikro (kecil) dan menengah. Para pedagang yang menginginkan dana tersebut harus membuat proposal bantuan ke Bupati Aceh Selatan melalui BPKD.

"Tapi sebelum proposal tersebut dinaikkan kepada bupati, terlebih dulu harus mendapat rekomendasi dari dinas terkait dalam hal ini Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM. Menyangkut kepentingan verifikasi dan validasi data di lapangan tentu saja menjadi ranahnya pihak dinas tersebut," papar Diva.

Demikian juga terkait realisasi anggaran untuk bantuan pembangunan masjid. Sebelum dana bantuan hibah itu dicairkan harus terlebih dulu mendapat rekomendasi dari Dinas Syariat Islam.

Sedangkan terkait adanya kesan pilih kasih (Diskriminasi) dalam penyaluran bantuan dimaksud, hal itu juga dibantah Diva Samudra Putra.

Soalnya, yang namanya dana bantuan hibah tersebut tidak mungkin pihak Pemkab Aceh Selatan yang harus aktif menjemput bola. Sebab seharusnya, jika memang ada warga yang membutuhkan baik secara perorangan maupun secara kelompok atau untuk kepentingan publik, maka pihak itulah yang harus aktif menjemput bola.

Khususnya, lanjut Diva, seperti untuk bantuan pembangunan masjid, sangat ironis anggota dewan mengaku tidak tahu keberadaan pos dana dimaksud.

Padahal pembahasan dan pengesahan anggaran tersebut dilakukan secara bersama-sama. Sementara dari sisi keuangan daerah, jika dana itu tidak ditarik oleh pihak tertentu maka akan menjadi Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) tahun berjalan.  
    
"Contohnya seperti dana hibah untuk Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Selatan tahun 2016. Mantan Sekretaris daerah (Sekda) Aceh Selatan H Harmaini sempat mempertanyakan realisasinya, kemudian kami jawab karena sudah lewat dari tanggal 31 Desember 2016 maka dana itu tidak bisa ditarik lagi. Karena sudah menjadi Silpa," ungkap Diva.

Itu sebabnya, sambung Diva, karena banyak pihak tertentu yang tidak mengawal secara serius usulan proposal bantuan dana hibah yang diajukan maka banyak dana dimaksud yang tidak terealisasi.

"Untuk tahun 2016, dari keseluruhan jumlah anggaran yang dialokasikan hanya sekitar 75 persen dana hibah yang terealisasi sedangkan 25 persen lagi menjadi Silpa. Banyaknya jumlah anggaran tersebut karena sudah termasuk dengan pos dana desa yang juga tercatat dalam pos dana hibah Pemkab Aceh Selatan," katanya.

Pewarta: Hendrik

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017