Sejumlah petani Aceh yang tergabung dalam kelompok tani dan unit usaha pesantren mengunjungi Desa Wisata Bantar Agung, Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat (Jabar), untuk mempelajari pengelolaan agrowisata pertanian organik.

Manajer Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM Bank Indonesia Provinsi Aceh Syafiqar Nabil di Majalengka, Kamis, mengatakan pihaknya membawa petani Aceh studi banding ke Majalengka sebagai upaya meningkatkan keterampilan petani dalam membangun pertanian berbasis agrowisata.

"Kita ingin melihat bagaimana pengembangan pertanian menjadi sektor agrowisata, yang menunjukkan keindahan ekologi alamnya dan juga aspek kemanfaatan pertanian organik yang bisa menarik masyarakat buat ke sini," katanya.

Ia menjelaskan petani yang ikut dalam studi banding ini yakni Gapoktan Rahmat Bersama asal Kabupaten Aceh Barat, Kelompok Tani Makmu Beusare, Bina Sejahtera dan Rahmat Diteuka asal Aceh Barat, Kelompok Tani Bertani asal Aceh Besar, dan Makmu Beusare Sejahtera asal Pidie.

Kemudian, tiga unit usaha pesantren yakni Pesantren Ummul Ayman 3 asal Pidie Jaya, Pesantren Mahyal Ulum Al Aziziyah asal Aceh Besar, dan Pesantren Najatul Fata asal Aceh Besar.

Menurut dia, lahan persawahan di Desa Wisata Bantar Agung, Sindangwangi itu diuntungkan dengan kondisi alam yang berbukit-bukit, sehingga dimanfaatkan menjadi persawahan Terasering yang menyuguhkan pemandangan indah, serta sungai-sungai kecil dan air terjun.

"Melalui program ini kita harapkan petani kita Aceh bisa dapat memanfaatkan area pertanian mereka sekaligus menjadi area agrowisata, seperti Gampong Nusa. Karena di Aceh masih banyak potensi agrowisata dengan keunggulan masing-masing daerah,” ujarnya.

Pertanian organik di Desa Bantar Agung dikembangkan oleh Gapoktan Fajar Agung. Program ini terlaksana atas binaan Bank Indonesia Cirebon, dimana petani melakukan penanaman padi sepenuhnya secara organik, sekaligus juga mendukung agrowisata dengan pemberian infrastruktur penunjang.

"Demplot (percontohan, red) pertanian organik oleh Bank Indonesia Cirebon di lahan disini untuk sebagai tempat uji coba serta tempat pembelajaran ke masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, Pembina Gapoktan Fajar Agung Usaeri mengatakan pengembangan kawasan pertanian organik itu telah dilakukan di atas lahan kas desa dengan luas 5 hektare. Pihaknya menargetkan budidaya pertanian organik mencapai 15 hektare, yang dilakukan secara berkelanjutan.

"Kita dari tahun 2022 bekerjasama dengan Bank Indonesia, menggagas untuk budidaya penanaman padi sehat atau padi organik, sejalan juga dengan pengembangan agrowisata disini, bersama-sama dengan BUMDes,” katanya.

Menurutnya, alasan Gapoktan Fajar Agung memilih beralih ke pertanian organik, salah satunya karena sulit mendapatkan akses pupuk, kemudian juga efek penggunaan pupuk kimia yang terlalu tinggi ternyata juga berdampak buruk pada lingkungan.

"Sehingga untuk melestarikan, terutama untuk menjaga kestabilan lingkungan, jadi kami beralih ke organik," ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, Desa Bantar Agung berada di hulu tepatnya di kaki Gunung Ciremai, yang mengairi desa-desa lain, sehingga sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga keragaman hayati di lingkungan persawahan dengan menggunakan organik. 

"Alhamdulillah dengan berjalan tiga tahun sekarang, masyarakat sudah banyak yang tertarik sehingga mereka mulai beralih ke organik," ujarnya.

Baca juga: BI sebut PON XXI di Aceh akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024