Istilah "gulung tikar" dalam pemahaman masyarakat umum berkonotasi dengan hal negatif dan buruk, namun istilah ini memiliki makna berbeda di dalam adat Aceh. 

Gulung tikar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung arti sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi bangkrut atau kehabisan modal. Penggunaan idiom gulung tikar biasanya berkaitan dengan entitas perusahaan, bisnis, dan pengusaha, yang bernasib malang. 

Namun, dalam adat orang Aceh, gulung tikar merupakan kepercayaan tentang penyakit dan makhluk halus. Gulung tikar atau baluëm beudè dalam kepercayaan lama di adat Aceh adalah setan yang tiada kelihatan. Contohnya, seseorang hilang ketika sedang mandi-mandi di dalam sungai atau lautan, menurut kepercayaan orang Aceh mereka telah ditelan oleh gulung tikar (dji 'uet baluëm beudè).

Baca juga: Dua warga terseret arus di Lhoknga, satu meninggal dan satu masih dalam pencarian

Selain itu, orang Aceh mempercayai bahwa dalam sungai dan rawa-rawa bersarang suatu penyakit yang disebut sanè, yakni sebangsa hantu yang tinggal pada sekeping atau sepotong kayu.

Seseorang yang telah dihinggapi penyakit itu akan merasa sakit dalam tulang-tulangnya seolah-olah ditusuk dengan duri.
 Penyakit sanè tersebut diperoleh setelah yang berangkutan menyinggung kayu dimana sanè bersarang. 

Ada juga istilah Euntè ië yang menurut kepercayaan lama orang Aceh, berarti jin yang kadang-kadang tampak sebagai api atau seorang yang tidak memiliki telinga. Kalau jin Euntè ië kelihatan, tandanya akan ada kapal yang akan masuk air ke dalamnya atau tenggelam.
 
Orang tua-tua Aceh memiliki pengelaknya atau penangkal,  yakni dengan cara tiang kapal diikat dengan tali ijuk (taloë djôk). Pada malam hari ketika sedang berlayar, dilarang keras anak-anak kapal memakai kopiah atau peci.

Baca juga: Kapal terbalik dan karam di Krueng Aceh, dua nelayan selamat

Geunteut adalah sebutan untuk jin yang warnanya sangat hitam dan tinggi posturnya. Jin ini, menurut kepercayaan orang Aceh, sewaktu-waktu menolak orang yang berada di tepi pantai ke dalam laut. 

Geunteut biasanya menampakkan dirinya di tengah jalan. Ia berjalan kaki dengan langkahnya yang panjang-panjang dan akhirnya menghilang ke dalam suatu pohon atau masuk ke dalam pokok bambu yang menjadi sarangnya.


Referensi: Adat Atjeh ~ Moehammad Hoesin

Baca juga: Imigrasi sebut 11 pengungsi Rohingya meninggal di perairan barat Aceh

Pewarta: Redaksi Antara Aceh

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024