Majelis hakim memvonis kepala desa di Kabupaten Aceh Jaya yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi pertanahan dengan hukuman satu tahun penjara.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Irwandi didampingi R Deddy Haryanto dan Ani Hartati, masing-masing sebagai hakim anggota dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat.

Terdakwa atas nama Muhtar, menjabat sebagai Keuchik (kepala desa) Paya Laot, Kecamatan Setia Bhakti, Kabupaten Aceh Jaya, periode 2013 hingga 2023.

Selain pidana satu tahun penjara, majelis hakim juga memvonis terdakwa Muhtar membayar denda Rp100 juta subsidair dua bulan penjara.

"Menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata majelis hakim.

Majelis hakim menyatakan terdakwa didakwa dan dituntut terlibat tindak pidana korupsi dengan cara melakukan redistribusi sertifikat terhadap tanah negara di Desa Paya Laot.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan redistribusi sertifikat tanah yang dilakukan terdakwa seluas 5,14 juta meter persegi sudah dikembalikan kepada negara.

"Majelis hakim juga mempertimbangkan hal yang meringankan, yakni terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa memiliki tanggung keluarga, serta bersikap sopan selama mengikuti persidangan," kata majelis hakim.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ronald Reagan dari Kejaksaan Negeri Aceh Jaya menuntut terdakwa Muhtar dengan hukuman 10 tahun enam bulan penjara.

Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda Rp200 juta subsidair dua bulan penjara.

JPU menyatakan terdakwa Muhtar dalam rentang waktu 2016 hingga 2017 terlibat tindak pidana korupsi dengan cara melakukan redistribusi sertifikat terhadap tanah negara di Desa Paya Laot yang luasnya mencapai 5,14 juta meter persegi. 

Redistribusi sertifikat tanah tersebut ditujukan kepada petani. Pada kenyataannya, tanah untuk redistribusi sertifikat tersebut tidak pernah sama sekali digarap oleh penerima sertifikat. Penerima sertifikat juga bukan petani penggarap yang memenuhi syarat.

"Apabila dikonversi dalam bentuk uang, tanah negara  tersebut bernilai Rp12,6 miliar lebih," kata JPU.

Atas putusan majelis hakim tersebut, JPU menyatakan pikir-pikir.

Baca juga: Mantan Kades di Pidie divonis empat tahun penjara terbukti korupsi dana desa

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024