Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Kondisi situs cagar budaya, Benteng Ulama Gunung Biram yang terletak di Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, hingga saat ini dinilai sangat memprihatinkan, baik struktur maupun fisiknya.
Arkeolog Islam Aceh, Dr Husaini Ibrahim, MA di Banda Aceh, Selasa menyatakan, Benteng Gunung Biram tersebut menjadi pilar terakhir dalam perang Belanda di Aceh yang pada masa itu dipimpin oleh banyak ulama.
Pada saat berziarah di benteng tersebut di Desa Lam Tamot juga terletak Makam Tgk Syik Tu Gunong Biram, merupakan salah satu ulama besar pada saat itu.
Dikatakan, dalam mempertahankan tanah sejengkal Aceh untuk dikuasi Belanda, maka benteng ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan, diselamatkan keberadaan dari segala kerusakan situs budaya yang masih tersisa di Aceh Besar hingga saat ini.
Pada benteng itu oleh sejumlah ulama dan pejuang Aceh seperti Tgk Chiek di Tiro dan Tuwanku Hasyim Banta Muda pada tahun 1881 Masehi digunakan menjadi dwifungsi, disamping tempat berlindung dalam perang, juga sebagai tempat ibadah yaitu masjid.
Dr Husaini Ibrahim melanjutkan, saat berkunjung ke situs tersebut sudah ada plang nama Situs Cagar Budaya Aceh yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh (BPCB).
Tapi, lanjut dia, tidak sesuai dengan realita, karena situs benteng yang membanggakan ini seperti tidak terawat dengan kondisi struktur dan fisik bangunan yang memprihatinkan yang sudah hancur sebagian.
Mengingat pentingnya jejak sejarah Benteng Gunung Biram ini, maka ia mengharapkan perlu mendapat perhatian khusus dari BPCB dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, untuk segera menyelamatkan dan melestarikan sebelum terancam punah digerus masa.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Arkeolog Islam Aceh, Dr Husaini Ibrahim, MA di Banda Aceh, Selasa menyatakan, Benteng Gunung Biram tersebut menjadi pilar terakhir dalam perang Belanda di Aceh yang pada masa itu dipimpin oleh banyak ulama.
Pada saat berziarah di benteng tersebut di Desa Lam Tamot juga terletak Makam Tgk Syik Tu Gunong Biram, merupakan salah satu ulama besar pada saat itu.
Dikatakan, dalam mempertahankan tanah sejengkal Aceh untuk dikuasi Belanda, maka benteng ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan, diselamatkan keberadaan dari segala kerusakan situs budaya yang masih tersisa di Aceh Besar hingga saat ini.
Pada benteng itu oleh sejumlah ulama dan pejuang Aceh seperti Tgk Chiek di Tiro dan Tuwanku Hasyim Banta Muda pada tahun 1881 Masehi digunakan menjadi dwifungsi, disamping tempat berlindung dalam perang, juga sebagai tempat ibadah yaitu masjid.
Dr Husaini Ibrahim melanjutkan, saat berkunjung ke situs tersebut sudah ada plang nama Situs Cagar Budaya Aceh yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh (BPCB).
Tapi, lanjut dia, tidak sesuai dengan realita, karena situs benteng yang membanggakan ini seperti tidak terawat dengan kondisi struktur dan fisik bangunan yang memprihatinkan yang sudah hancur sebagian.
Mengingat pentingnya jejak sejarah Benteng Gunung Biram ini, maka ia mengharapkan perlu mendapat perhatian khusus dari BPCB dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, untuk segera menyelamatkan dan melestarikan sebelum terancam punah digerus masa.
Editor : Heru Dwi Suryatmojo
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018