Jakarta (Antaranews Aceh) - Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengatakan, pemerintah telah menyiapkan dua Peraturan Pemerintah (PP) untuk pencegahan korupsi.

"PP itu terkait penguatan Inspektorat dan PP tentang Pengendalian Gratifikasi," katanya di Jakarta, Senin.

Penerbitan PP tersebut merupakan tindak lanjut setelah merilis Strategi Nasional Pencegahan Korupsi berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 54/2018 yang ditandatangani Presiden Jokowi 20 Juli 2018.

Yanuar mengatakan, untuk penguatan inspektorat di antaranya dengan menyetarakan inspektorat di pemerintah derah dengan sekreatariat daerah.

Selain itu, pelaporannya juga akan diubah, tidak hanya kepada kepala daerahnya tapi juga diberikan ke pemerintahan di atasnya.

Misalnya, bila inspektorat di jajaran kabupaten maka selain ke bupati, laporan diberikan juga kepada gubernur. Begitu pula untuk tingkat provinsi, selain gubernur juga diberikan ke Kementerian Dalam Negeri.

Dengan demikian pengawasannya akan lebih efektif, karena pemerintahan di atasnya juga dapat mengawasi. Selama ini, inspektorat di pemda hanya memberikan laporannya kepada kepala daerahnya.

Sementara itu, terkait PP Pengendalian Gratifikasi, hal ini untuk memperkuat budaya anti korupsi, dan melemahkan budaya grafitikasi.

Melalui PP tersebut akan dijelaskan secara lebih detail tentang gratifikasi sehingga jajaran pemerintah dan masyarakat juga semakin memahami.

Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mendukung upaya tersebut dan mengatakan, dengan penguatan lembaga inspektorat maka hasilnya tidak hanya diberikan kepada pemerintah di jajarannya namun juga kepada pemerintah atasannya.

"Seharusnya demikian, kalau hasil dari laporan inspektorat hanya ke kepala daerahnya, kalau ada yang menyimpang ya bisa jadi diendapkan saja kan, karena masuk di dalamnya," katanya.

Begitu pula dengan PP Pengendalian Gratifikasi, hal ini juga dibutuhkan semangat mengubah budaya masyarakat.

Sebelumnya, rilis survei Lembaga Survei Indonesia mendapati bahwa trend masyarakat menganggap wajar suap dan gratifikasi meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun mayoritas responden menilai negatif.

Bila 2017, 26 persen responden mengatakan wajar terhadap suap dan gratifikasi, pada 2018 meningkat menjadi 34 persen. Sementara yang menganggap tak wajar turun dari 69 persen menjadi 63 persen. Sedangkan tidak tahu atau tidak menjawab tiga persen.

Pewarta: M Arief Iskandar

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018