Memiliki dan menempati rumah layak huni merupakan harapan semua orang, namun tidak dengan pasangan suami istri Sri Susianto (54) dan Novita Ulandari (26) yang terpaksa tinggal dibekas gudang semen yang dibangun NGO dulu pasca tsunami di Gampong Bahagia, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya.

Bagai jatuh tertimpa tangga, begitulah ungkapan yang layak bagi pasangan suami istri ini, bagaimana tidak selain tinggal dibekas  gudang semen juga harus menanggung penderitaan anaknya, M Hendra Saputra berusia setahun yang mengalami gizi buruk.

Kemiskinan menjadi salah satu faktor terjadinya gizi buruk padahal menurut tim medis bahwa gizi buruk tidak akan terjadi apabila memperhatikan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Salah satu gerakan yang diusung oleh "Scaling up nutrition" adalah pemenuhan kebutuhan anak selama masa 1.000 hari pertama kehidupan.

Seribu hari pertama kehidupan ini juga disebut sebagai window of opportunity. Seribu hari pertama kehidupan dihitung mulai dari hari pertama konsepsi lalu terbentuk embrio hingga anak berusia 2 tahun.

Kecukupan gizi selama hamil hingga tahun-tahun pertama kehidupan anak berperan dalam membentuk fungsi otak hingga membantu memperkuat sistem imun.

Dikatakan pula pada 1.000 hari pertama kehidupan, sudah dapat ditentukan bagaimana masa depan anak kemudian.

Sri Susianto sangat berharap kepada pemerintah untuk membangun rumah layak huni untuk dirinya agar anak serta istrinya dapat menempati rumah yang lebih nyaman sebagaimana warga lainnya.

"Saya meminta dibangun rumah bukan untuk saya tapi untuk anak serta istri, sehingga akan ada tempat yang layak," ujar dia.

Anto  menyampaikan dirinya bersama istri serta anak semata wayangnya M Hendra Saputra terpaksa menempati gudang tersebut, karena memang tidak sanggup untuk menyewa rumah yang harus mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah.

"Saya hanya bekerja sebagai buruh bangunan, bagaimana mendapatkan uang yang begitu besar, mendapatkan uang untuk beli beras per bambu saja sangat bersyukur," Ungkap Anto sedih.

Anto menambahkan bantuan seperti asupan gizi untuk anaknya memang dibantu oleh pemerintah daerah seperti susu yang diberikan oleh petugas medis.

"Namun, kami sangat berharap agar tidak menempati gudang ini, sehingga kami tidak harus tinggal di gudang lagi ke depan walaupun rumah dari papan tidak apa-apa yang penting kami ada rumah," harap Anto.

Sementara itu, Geuchik (kades) Gampong (desa) Bahagia, Erwin membenarkan adanya warga yang kurang mampu menempati gudang tersebut.

"Memang ada salah satu keluarga kurang mampu yang harus benar-benar kita perhatikan bersama, karena jangankan untuk susu anak untuk beras saja terkadang tidak ada," ungkapnya.

Pihaknya menyampaikan telah berupaya semaksimal mungkin agar tidak terlantar menepati tempat tersebut karena tidak ada rumah yang kosong.

"Kami memang berharap agar adanya perhatian dari pemerintah terkait pembangun rumah layak huni," kata Erwin

Sementara Kepala Baitul MAL Aceh Jaya Tgk H Kamarudin menyampaikan dirinya belum mengetahui perihal adanya warga yang menempati gudang semen yang dibangun pascatsunami.

"Jika memang adanya kondisi tersebut untuk pembangunan rumah harus dengan usulan oleh yang bersangkutan yang nantinya akan dibangun secara bertahap," tuturnya.

Ia menyampaikan sebelumnya pihaknya pada tahun 2018 telah membangun rumah layak huni sebanyak 45 unit dengan tipe 3x6, sehingga besar kemungkinan  pada tahun ini akan kembali dibangun 45 unit rumah layak huni bagi warga miskin dari hasil keuangan yang terkumpul dari zakat warga yang disalurkan melalui Baitul Mal.

"Kami berharap dapat bersabar, karena pembangunan kita lakukan secara bertahap," katanya.

Pewarta: Arif Hidayat

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019