Banda Aceh, 20/3 (Antaraaceh) - Budayawan dari Kabupaten Aceh Barat, Provnsi Aceh, Cheh Hasan mengajak pemerintah dan para seniman untuk tidak malu mengembangkan dan melestarikan "Hikayat Aceh" (nazam) agar budaya ini tidak menghilang begitu saja.
"Anak muda sekarang malu mempelajari hikayat Aceh karena diperagakan tunggal, padahal ini merupakan budaya Aceh yang sudah turun temurun, tidak ada warga Aceh yang tidak mengenal namanya hikayat," katanya di Meulaboh, Kamis.
Cheh Hasan menjelaskan, tidak ada satupun sangar seni di Aceh Barat yang berupaya melestarikan budaya ini karena seorang pembawa hikayat harus memiliki imajinasi tinggi serta menghafal sejarah masa lampau sambil menepuk bantal.
Menurut dia, pemerintah daerah mungkin saja mendukung apabila ada masyarakat atau seniman yang berkeinginan mempelajari budaya ini, akan tetapi sulit menemukan regenerasi Aceh yang masih menyukai budaya sendiri.
Cheh Hasan tidak alergi dengan munculnya berbagai kesenian baru di Aceh yang dikemas dalam tarian kreasi baru sebagaimana sering ditampilkan sebagian seniman akan tetapi mekarnya berbagai sangar tarian ini membuat ia merasa ada kebudayaan lokal yang sudah mulai ditinggalkan.
"Dahulu di acara siaran TVRI selalu disiarkan hikayat Aceh, ini menandakan bahwa hikayat adalah budaya Aceh yang resmi dan diakui oleh negara karena itu bisa ditampilkan dalam televisi milik pemerintah," imbuhnya.
Cheh Hasan menjelaskan, hikayat Aceh begitu masyhur dirasakan sejak 1965, dimana pada waktu itu banyak budayawan Aceh berbakat dan menampilkan acara hikayat Aceh, bahkan sampai tahun 90-an masih ada tersisa beberapa orang cheh Hikayat Aceh.
Hikayat Aceh berisikan pesan agama dan sejarah raja kerajaan Aceh masa lampau yang tujuanya bangsa Aceh tidak melupakan sejarah dan mendapat ilmu agama dari pesan-pesan yang disampaikan melalui syair dan lantunan cerita.
Kata dia, masyarakat Aceh yang teringat dan menyukai hikayat Aceh di era saat ini sudah tidak dapat menontonnya ditanyangan televisi akan tetapi masih ada dipentaskan apabila ada acara perkawinan dirumah-rumah dari keturunan kerajaan tertentu.
"Kalau ada masyarakat yang mengundang untuk tampil di acara perkawinan disanalah masyarakat bisa melihat, tapi boleh dibilang dalam setahun mungkin hanya satu atau dua kali paling ada terlihat,"katanya menambahkan.

Pewarta:

Editor : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014