Pihak Kodam Iskandar Muda menghentikan pembangunan gedung KONI Aceh dengan menyegel dan menutup lokasi pekerjaan dengan memasang garis kuning "Do Not Cross".

Pasalnya proyek lahan yang berada di Jalan H Dimurthala, Kuta Alam, Banda Aceh yang dibangun oleh Pemerintah Aceh melalui Dinas Pemuda Olahraga (Dispora) Aceh tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pihak Kodam IM selaku pemilik lahan.

Hal tersebut dikatakan Kepala Staf Kodam Iskandar Muda (Kasdam IM) Brigjen TNI A. Daniel Chardin dalam siaran pers yang diterima wartawan di banda Aceh, Jumat (2/8).

Selain Gedung Koni, menurut Kasdam, masih ada sebanyak 19 titik lahan milik TNI yang masih bermasalah dipakai untuk fasilitas umum.

Orang nomor dua di Kodam IM itu menegaskan, Pemerintah Aceh melalui Dispora Aceh tidak pernah meminta izin kepada Kodam IM untuk membangun Gedung KONI, padahal sudah jelas bahwa lahan tanah tersebut merupakan milik TNI.

"Ya tentunya pihak TNI (Kodam IM) harus mengambil langkah tegas, melakukan penyegelan karena dari dulu hingga saat ini pihak terkait belum ada itikad baik. Bahkan sudah dua kali kami menyurati Pemerintah Aceh dan Dispora tentang permasalahan lahan-lahan TNI yang sengaja dipakai untuk fasilitas umum," tegas Kasdam.

Selain itu, sambung Kasdam, Pangdam IM sendiri tidak segan-segan apabila nantinya surat ketiga yang dikirim namun tidak mendapat respon dari Pemerintah Aceh, TNI akan melakukan langkah tegas mengambil kembali bahkan menduduki lahan-lahan tersebut.

"Termasuk ada sebanyak 19 titik lahan milik TNI Kodam IM yang masih bermasalah dipakai untuk umum, termasuk diantaranya lahan tanah Anjong Mon Mata, Kolam Renang Tirta Raya, dan Gedung KONI Aceh," ungkap Kasdam IM.

Menurutnya, Kasdam meminta kepada Pemerintah Aceh seharusnya cepat merespon, dan bukan malah sebaliknya, pada saat disurati malam menjawab akan membentuk Tim penelusuran, dan hingga kini belum juga ditindak lanjuti.

"Bahkan dalam tahun 2019 ini saja, kami sudah menyurati Pemerintah Aceh sebanyak dua kali, namun belum ada respon apapun, untuk apa Tim penulusuran, kalau mau jelas datang aja ke kami, di sini di Kodam IM, biar dijelaskan, di sini lengkap, surat-suratnya ada, bahkan dari zaman Belanda juga ada, biar lebih jelas," ungkap Kasdam.

Kasdam A Daniel Chardin juga menyebutkan, lahan-lahan yang dipakai untuk fasilitas umum dari tahun 80-an, di mana Aceh saat itu ditunjuk menjadi tuan rumah MTQ, kemudian untuk menunjang kegiatan itu, pemerintah meminta pinjam lahan milik TNI karena dianggap lokasi representatif.

"Bukti ada. surat peminjaman lengkap ada sama kami dari tahun 1980, dulu dipinjam untuk membangun fasilitas menunjang kegiatan MTQ Nasional, saat itu tidak ada tempat yang representatif, hanya milik TNI yang ada, sehingga diminta pinjam untuk dibangun bangunan, dulu asrama TNI di Peuniti kan dipakai juga," ungkapnya.

Pada saat pinjam pakai itu, kata Kasdam, ada catatan yang harus diselesaikan yakni ada proses rislah atau proses ganti rugi setelah kegiatan MTQ itu selesai. Namun, faktanya dari tahun 80 hingga sekarang tidak ada proses rislah itu.

"Mengapa saat ini ketika kami nuntut, malah dibilang akan dibuat tim penelusuran lagi. Alasan dibentuk tim itu karena setahu gubernur sejak tahun 80-an itu adalah fasilitas umum," katanya.

Menurut Kasdam, pihaknya tidak mungkin mengambil Anjong Mon Mata karena itu fasilitas gubernur, tapi setidaknya ada etikat baik misalnya memberikan tahan lain untuk menggantikan tanah tersebut.

Bukan hanya itu, di dalam Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) itu tercatat sebagai milik TNI.

"Ini kan sudah jelas, di Kementerian Keuangan itu tanah Kemenhan, Cq Mabes TNI, Cq Kodam IM. Kami setiap tahun ada temuan, dan itu saja temuannya, makanya sekarang kami mengambil langkah untuk menertibkan seluruh lahan-lahan itu," tegasnya.

Selain itu, Jenderal bintang satu itu tidak mempermasalahkan jika lahan mereka dibangun untuk fasilitas pemerintah dalam rangka PON.

Namun pemerintah harus mencari jalan keluar terkait lahan yang sudah dipakai itu, dengan mencari lahan lain dengan harga yang sama dengan lahan yang sudah dipakai itu, pintanya.

"Tetap, tanah itu tetap kami lakukan penyegelan sampai ada itikad atau kejelasan dari Pemerintah Aceh, ada jaminan tidak. Tanah itu milik kami, memang bangunan milik Pemerintah Aceh. Kami menghibahkan tanah itu, pemerintah menghibahkan kami apa yang senilai juga," jelasnya.

Kasdam menyebutkan, bahwa hingga sampai saat ini, pascapenyegelan itu dilakukan, Pemerintah Aceh melalui dinas terkait belum juga mengambil langkah apapun untuk menyelesaikan itu.

"Seharusnya kalau memang ada itikad tinggal hitung saja, tanah ini berapa harganya, digantinya dengan tanah lain yang harganya sama, selesaikan kan masalah. Karena kalau kami buat surat pelepasan, bisa copot Panglima Kodam. Kalau kemudian diganti tinggal kami lapor ke pusat," pungkas Kasdam IM.

 

Pewarta: Antara

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019