Jakarta (ANTARA) - Sampah plastik kemasan sachet banyak digemari konsumen karena praktis dan harganya lebih murah. Tapi dari sisi daur ulang, plastik kemasan sachet seperti ini sulit diolah karena terdiri dari plastik berlapis-lapis.
Sampah-sampah plastik kemasan yang ditolak di bank sampah berubah jadi bahan baku berharga di tangan dua sahabat, Ovy Sabrina dan Novita Tan yang mendirikan Rebricks Indonesia.
Rebricks mengolah sampah plastik seperti kemasan kopi instan menjadi bahan baku untuk material bangunan. Perusahaan itu mencacah plastik, lalu mencampurkannya ke dalam formula yang kemudian dibentuk menjadi konblok.
Ovy dan Novita adalah teman kuliah yang bersama-sama mempelajari psikologi di universitas. Sebelum mendirikan Rebricks, Ovy dan Novita pernah beberapa kali berbisnis dalam skala kecil.
Keduanya punya ketertarikan untuk menjalani gaya hidup minim sampah, seperti membawa rantang dan botol sendiri ketika keluar rumah untuk mengurangi sampah plastik yang tidak diperlukan.
"Ketika kami sedang mengobrol, kala itu Novi sedang hamil, tentang beberapa jenis sampah plastik yang belum bisa didaur ulang dan diolah," kata Ovy, COO dan Co-founder Rebricks Indonesia, saat dihubungi ANTARA.
Perbincangan itu membuat mereka berpikir tentang masa depan generasi selanjutnya bila sampah-sampah plastik yang belum bisa diolah kembali itu terus menumpuk dan berdampak buruk kepada lingkungan. Mereka kemudian memutar otak, mencari cara untuk bisa berkontribusi mengolah sampah-sampah tertolak itu agar bisa jadi sesuatu yang bermanfaat.
Kebetulan, Ovy datang dari keluarga yang memiliki bisnis di bidang bahan bangunan. Keluarganya memiliki sebuah pabrik paving block konvensional yang telah berjalan selama lebih dari tiga dekade. Setelah lulus kuliah, Ovy sempat membantu sang ayah bekerja di pabrik bahan bangunan tersebut.
Di sisi lain, Novita lama berkecimpung di organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan. Dia punya pengalaman panjang soal pengembangan masyarakat. Novita pernah bekerja di Singkawang, di sana dia mendirikan Sekolah Harmoni Hijau yang bertujuan menyebarkan kecintaan terhadap alam di sekolah. Murid-muridnya dididik untuk bisa berinteraksi dengan lingkungan, memperlakukan alam dengan cara yang baik.
"Di sana dia juga membuat pengolahan sampah organik," tutur Ovy.
Latar belakang, ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh Ovy dan Novita kemudian dipadukan untuk mendirikan Rebricks. Ovy yang lebih paham mengenai cara pembuatan batu bata dan paving block mengurusi hal-hal teknis, sementara masalah pengembangan masyarakat diserahkan kepada Novita.
"Karena ada akses ke bisnis bahan bangunan, aku dan Novi berpikir bagaimana kalau kita olah sampah plastik tertolak. Trial dan error dimulai dari Juli 2018 sampai November 2019," papar Ovy yang dibantu tim yang berlatar belakang teknik sipil.
Selama lebih dari satu tahun, mereka mencari komposisi terbaik dan mengulik bagaimana agar bisa menghasilkan bata dengan campuran sampah plastik, tapi kualitasnya sama seperti bata-bata konvensional.
Menciptakan produk baru yang belum pernah ada sebelumnya tentu merupakan tantangan yang besar. "Kami visinya ingin membuat produk daur ulang dengan harga kompetitif, tapi kualitasnya bersaing," ujar dia.
Riset yang dilakukan sekian lama menghasilkan paving block yang pertama kali diluncurkan pada November 2019.
Setelah melalui hasil uji tekan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik, Kementerian Perindustrian, Rebricks mendapatkan hasil bahwa produk yang mereka hasilkan memiliki mutu B. Bata-bata itu teruji bisa menahan beban 250kg per sertimeter persegi. Jadi, paving block yang mereka buat terbukti memenuhi standard untuk konblok yang digunakan di lahan parkir, trotoar dan juga taman.
Sampah plastik yang sudah dicacah berada dalam lapisan bawah paving block. Dalam setiap paving block, 20 persen bahannya berisi sampah. Mereka berhasil mendaur ulang 880 lembar sampah plastik tertolak per meter persegi.
Sementara itu, bagian atas konblok yang langsung bersentuhan dengan udara panas dan air hujan dibuat tanpa plastik, sebagai upaya mencegah agar tidak ada mikro plastik yang terkikis oleh air dan jadi mencemari alam.
Bahan baku yang terus datang
Awal Rebricks berdiri, mereka bingung kemana harus mencari sampah kemasan sachet yang akan dicampurkan ke dalam konblok mereka. Pengepul dan bank sampah tidak berminat dengan sampah kemasan sachet, jadi mereka tidak bisa mencari ke sana. Biasanya, sampah kemasan sachet langsung berakhir di TPA atau dihancurkan dengan cara dibakar.
"Kami mengajak teman-teman untuk mengirim sampah, awalnya sih ragu, mau enggak ya masyarakat kirim ke kita langsung? Tapi ternyata responsnya luar biasa, itu mengejutkan banget," katanya bersemangat.
Banyak orang yang secara sukarela mengirimkan sampah ke tiga drop point yang berada di Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Baru-baru ini mereka mebuka drop point di Bandung dan rencananya akan ada lagi yang dibuka di BSD.
"Ada yang rela kirim berkarung-karung dari Bali, jadi saat ini benar-benar tidak ada masalah soal suplai," katanya, menambahkan sebagian besar penyumbang sampah adalah perorangan.
Dari situ, mereka pun terpacu untuk menyeimbangkan pasokan sampah dengan produksi dan penjualan konblok.
Di tengah pandemi, sebagian besar bisnis terdampak dan menghadapi tantangan besar. Tak terkecuali dengan Rebricks. Ketika sedang mulai memasarkan produk baru, tiba-tiba pandemi terjadi.
"Tapi kami bersyukur karena setiap bulan selalu ada kemajuan," katanya.
Mereka bisa memproduksi maksimal 100 meter persegi setiap hari, tapi saat ini produksi mereka disesuaikan dengan permintaan. Semua disesuaikan dengan pemesanan konsumen.
"Stok barang selalu ada, tapi tidak dalam jumlah terlalu besar."
Ovy mengatakan saat ini Rebricks baru melayani konsumen asal Jabodetabek. Sebetulnya ada juga permintaan dari kota-kota lain, namun mereka masih memikirkan soal pengiriman.
Inovasi tak pernah berhenti dilakukan oleh Rebricks. Bukan cuma membuat paving block, mereka berencana mengeluarkan produk baru tahun ini.
"Rencananya pertengahan tahun ini kami akan membuat batako," tutup dia.
Pengusaha wanita ubah sampah plastik jadi bahan bangunan
Rabu, 21 April 2021 12:31 WIB