Koper-koper kabin berukuran sekitar 18 inchi tampak berjejer di depan mereka. Mereka sedang menanti bus yang akan membawa ke Jeddah, tempat burung besi yang menerbangkan mereka ke Tanah Air telah menanti.
Selama 42 hari, hotel yang berjarak sekitar 800 meter dari Masjidil Haram itu menjadi rumah kedua bagi Jayusman, selama pria berusia 52 tahun asal Pati, Jawa Tengah itu di Mekkah.
Jayusman bersama istri tercinta tergabung dalam Kloter 1 Solo (SOC 1) yang pulang perdana ke Tanah Air pada Jumat 15 Juli 2022.
Ada rasa sedih ketika harus pulang, meninggalkan dua kota suci, Madinah dan Mekkah, terutama Ka'bah tempat ia kerap menundukkan kepala dan mencurahkan segala doa.
Di sisi lain, rindu terhadap dua buah hatinya di kampung halaman sudah tak terbilang.
Hatinya seakan terbelah, ada senang juga sedih di waktu yang sama. Senang karena akan kembali berkumpul dengan keluarga di Tanah Air, tapi juga sedih karena harus berpisah dengan Baitullah.
Naik haji sudah menjadi impiannya sejak lama. Sejak 2009 menabung sedikit demi sedikit dari bengkelnya untuk bisa menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hatinya berat terutama saat melaksanakan tawaf wada, tawaf perpisahan dengan Rumah Allah. Banyak kenangan yang seakan diputar ulang, terutama saat pelaksanaan puncak haji, Masyrair di Arafah, Muzdhalifah dan Mina (Armuzna). Dari cerita orang-orang sebelumnya yang sudah berhaji tidak seperti yang dibayangkan.
Dari cerita yang ia dengar, saat wukuf di Arafah dan melontar jumrah di Jamarat, Mina adalah yang terberat dengan fasilitas seadanya. Tapi yang dirasakan justru cukup nyaman, dengan kasur dan bantal juga tenda yang dingin.
Kenyamanan yang didapat membuat Jayusman menjadi lebih fokus beribadah dan menyampaikan segala harapan dalam doa.
Rasa berat juga dirasakan Hermi Chaniago (51). Ia juga akan kembali ke kampung halaman di Bukittinggi, Sumatera Barat pada Sabtu 16 Juli 2022.
Seperti pengakuannya, ada sedih dan senang di saat bersamaan. Sedih ketika dalam hitungan jam akan segera meninggalkan Mekkah, berpisah dengan Ka'bah.
Tapi senang ketika teringat akan bertemu dengan keluarga secepatnya, suami tercinta dan anak-anak yang menanti di rumah.
Kedua perasaan yang bertolak belakang itu terpancar dari wajahnya. Dia akan segera meninggalkan Ka'bah, tapi ada pula rasa tidak sabar untuk secepatnya berkumpul lagi dengan orang-orang tercinta.
Sebagai kenang-kenangan akan Tanah Suci, oleh-oleh menjadi buah tangan tak lupa dikemas. Tentunya harapan untuk bisa kembali ke Baitullah sangat besar, setidaknya dengan berumrah.
Menurut Eni Sulistiawaty, haji dari Embarkasi SOC 1 (Solo), agak berat jika ingin kembali berhaji secepatnya.
Berdasarkan aturan dari pemerintah, setidaknya, mereka yang sudah berhaji baru boleh mendaftarkan diri lagi setelah 10 tahun.
Belum lagi daftar tunggu haji yang begitu lama hingga berpuluh tahun, semakin menyurutkan langkahnya.
"Kalau untuk berhaji lagi sepertinya sulit, mungkin umrah kalau ada rezeki," kata Eni yang juga pulang perdana ke Indonesia.
Kerinduan akan Ka'bah masih bisa terobati lewat umrah, tapi berbeda rasanya dengan menunaikan ibadah haji, sebagai upaya menyempurnakan iman.
Terlebih lagi, haji tahun ini istimewa karena merupakan haji akbar, saat wukuf sebagai puncaknya jatuh pada Jumat, sang Sayyidul Ayyam atau hari yang istimewa.
Jumat adalah hari istimewa, Allah SWT memuliakan umat Muhammad SAW dengan hari Jumat, yang tidak diberikan kepada umat nabi terdahulu.
Keistimewaan hari Jumat bagi umat muslim yaitu diampuni dosa-dosanya. Sebagaimana diriwayatkan Anas RA. Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala tidak membiarkan seorang muslim pun pada hari Jumat yang tidak diampuni dosanya." (HR. Ibnu 'Adiy dan Ath-Thabrani).
Banyak kenangan keistimewaan dalam pelaksanaan haji tahun ini. Selain haji akbar, jumlah jamaah yang hanya setengah dari saat normal juga membuat suasana lebih nyaman, tak terjadi antrean panjang dan kepadatan saat di Arafah maupun ketika lontar jumrah.
Layanan yang diberikan kepada jamaah haji Indonesia juga cukup membuat mereka nyaman, mulai dari layanan akomodasi, konsumsi sampai transportasi.
Mereka menginap di hotel dengan layanan setara bintang tiga, jamaah juga mendapatkan tiga kali makan, berbeda dengan haji sebelumnya yang hanya dua kali.
Ada pula bus shalawat yang siap mengantarkan jamaah pergi pulang dari pemondokan di hotel ke Masjidil Haram gratis selama 24 jam.
Meski diakui Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas masih ada kekurangan yang tidak sesuai harapan terutama saat Masyair dengan biaya tambahan yang membengkak Rp1,5 triliun.
Menag berjanji akan memperbaiki layanan bagi jamaah haji yang akan datang dengan menyiapkan sedini mungkin, sehingga tamu Allah dalam beribadah semakin tenang, nyaman, dan khusyuk
Harapannya, para tamu Allah terlayani dengan baik hingga doa-doa mereka akan mengetuk pintu langit, dan pemerintah selaku pelayan jamaah juga akan mendapat pahala dengan memuliakan para Duyufurrahman, tamu Allah yang Maha Penyayang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hati terbelah ketika harus meninggalkan Ka'bah