Melihat kemakmuran petani sawit di Riau
Oleh Bayu Agustari Adha Minggu, 26 November 2023 12:47 WIB
Dia pun mengaku bosan menderes karet sehingga bekerja harian di pabrik pengolahan sawit saat berumur sekitar 14 tahun. "Lalu saya minta kerjaan, dari pada saya nyolong, nanti dipenjara. Jadi saya minta kerja, apa yang dikasih saya kerjakan. Jadi kerjaan itu serabutanlah, yang penting bisa makan," kenangnya.
Pada tahun 1999, dia pernah jadi satpam di perumahan pabrik. Ketika itu dia juga sudah gabung dengan KUD untuk transportasi sawit. Jadi ketika malam dia menjadi satpam dan siangnya mengurus KUD dengan anggota 400 orang.
Dari 400 orang itu, cuma 50 orang lokal, 350 lainnya adalah pendatang program transmigrasi dengan jumlah kaveling kebunnya 800 ha. Dulu seorang transmigran dijatah dua hektare, namun dalam perjalanannya ada yang tak tahan sehingga lahannya dijual dan balik lagi ke Jawa.
"Walaupun aku orang sini, aku nggak punya kebun walaupun sejengkal. Lalu pada tahun 1994 aku baru beli lahan," katanya.
Dia pun akhirnya memutar otak agar bisa bertahan hidup hingga akhirnya menjadi mitra transportasi KUD untuk mengantar buah.
Dia menjadi mitra PT SLS dari 2005. Dari sana, Jasman sering masuk kantor PT SLS dan menawarkan apa yang bisa dikerjakan. Mulai dari mengangkut karyawan, buruh harian lepas, hingga mengantar anak sekolah.
Selanjutnya pada 2006, dia juga mendapat pekerjaan kontrak mengangkut janjangan kosong (jangkos) dan tandan kosong (tankos) sawit sejak 2006. Sampai pada 2015 pakai nama pribadi dan setelah itu atas nama perusahaan.
"Kita punya armada, tapi tidak semua milik perusahaan, ada sewa. Kawan-kawan juga ada yang punya mobil. Kalau saya beli mobil sampai 10 unit secara kredit," sebutnya.
Dia bersyukur perusahaan itu percaya dengannya. Namun begitu, dia berprinsip apa saja dikerjakan. Yang penting dapat makan, bahkan tidak pernah menanyakan harga.
"Anakku empat orang, anak pertama kelahiran 1997. Dia cuma tamat SMA. Paling tinggi yang nomor dua sempat kuliah kemarin tapi gagal, sekarang jadi admin. Kalau yang nomor tiga baru berangkat kuliah di Padang," katanya.
Kisah sukses Babe dan Jasman menunjukkan bahwa kerja keras, tekun, dan pantang menyerah selalu berbuah manis di kemudian hari.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemakmuran petani sawit yang memukau di Palalawan Riau