Jakarta (ANTARA) - Walau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah didera oleh revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ternyata lembaga antirasuah ini tetap tampil gagah berani.
Wakil Ketua KPK RI Alexande Marwata mengungkapkan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/9) malam, bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sebesar Rp26,5 miliar. Angka itu terdiri atas Rp14,7 miliar dan Rp11,8 miliar.
Uang yang disangkakan dikorupsi itu merupakan dana hibah pemerintah, khususnya dari Kemenpora untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Pemberian uang kepada Imam Nahrawi itu disampaikan melalui Asisten Pribadi Menpora Mifhatul Ulum. Pada tahun 2018, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games di Jakarta dan Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Baca juga: KPK tetapkan Menpora jadi tersangka
Pada hari Rabu itu juga, Menpora tampil di depan wartawan di rumah dinasnya mengatakan bahwa dirinya akan menghormati hukum walaupun keluarganya amat terpukul dengan penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi.
Imam mengatakan pula bahwa dirinya akan berkonsultasi dengan Presiden RI Joko Widodo akibat penetapan statusnya sebagai tersangka. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengungkapkan bahwa Presiden akan segera mengumumkan sikapnya tentang kasus Menpora ini.
Selain Imam Nahrawi, Idrus Marham beberapa bulan lalu telah mengundurkan diri sebagai menteri sosial. Pada saat yang bersangkutan menjadi anggota DPR terlibat kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Selain mereka berdua, ada beberapa anggota DPR yang juga terlibat kasus "makan uang rakyat". Salah seorang di antaranya adalah Setya Novanto, yang saat menjadi Ketua DPR RI ikut "makan uang rakyat" dalam pembuatan KTP elektronik yang bernilai triliunan rupiah.
Kasus Menpora ini memang seharusnya mendorong rakyat untuk tetap menganut prinsip atau asas praduga tak bersalah. Seseorang tidak boleh dianggap bersalah sampai adanya keputusan majelis hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Menpora diduga terima suap Rp26,5 miliar
Akan tetapi, di lain pihak, masyarakat bisa mengetahui dan melihat langsung bahwa hampir tidak ada tersangka yang bisa bebas dari jeratan hukum para penyidik lembaga antirasuah tersebut. Hampir semua tersangka kemudian menjadi terdakwa dan akhirnya menjadi terpidana.
Menpora Imam Nahrawi tentu saja berhak mengatakan bahwa dirinya ingin membuktikan bahwa tidak semua pengumuman KPK itu benar. Namun, dia juga berhak berpikir bahwa tak mungkin KPK asal-asalan melemparkan tuduhan, apalagi terhadap seorang menteri. Apalagi, Presiden Joko Widodo akan mengucapkan sumpah jabatan untuk kedua kalinya pada tanggal 20 Oktober di depan sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Selain Menpora dan Idrus Marham, rakyat juga tentu ingat kasus Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin yang disangkakan menerima “uang setoran” dari dua anak buahnya di Kantor Wilayah Kementerian Agama di Provinsi Jawa Timur.
Sementara itu, juga ada kasus yang disangkakan terhadap Menteri Perdagangan Enggartiato Lukita yang “memberi uang” kepada DPR. Kapan bersihnya?
Masyarakat tentu sudah melihat ada juga kasus yang melibatkan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman yang terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang Rp100 juta dari seorang pengusaha di Sumatera Barat yang berambisi ditunjuk oleh Perum Bulog untuk menjadi importir gula bagi provinsi tersebut.
Dengan munculnya berbagai kasus kejahatan yang menjerat menteri serta anggota DPR dan DPD, rakyat Indonesia amat berhak bertanya apakah semua penjahat itu sejak menjadi “orang penting” sudah berniat “makan uang rakyat” akibat tingginya biaya “berpolitik”? Sementara itu, gaji mereka selama 5 tahun adalah tidak banyak.
Baca juga: Pakar: keterlibatan Menpora dalam kasus KONI depankan praduga tak bersalah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan baru-baru ini tentang semua nama orang yang mempunyai hak untuk duduk di Senayan sebagai anggota DPD dan DPR. Tentu rakyat Indonesia berhak bertanya kepada para wakil rakyat itu apakah mereka benar-benar siap untuk menjadi anggota parlemen “yang miskin” atau tidak.
Khusus mengenai Menpora Imam Nahrawi, juga berhak ditanyakan apakah gaji seorang menteri masih belum cukup untuk memberi makan istri dan anak-anaknya. Selain menikmati gaji yang jutaan rupiah, Imam Nahrawi juga menikmati rumah dinas, mobil dinas, serta setumpuk kemewahan lainnya.
Presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Oktober akan mengucapkan sumpah jabatan sebagai Kepala Negara masa bakti 2019 s.d. 2024. Jokowi tentu diharapkan oleh masyarakat untuk berpikir ulang tentang bakal calon menterinya.
Apakah mereka itu “mata duitan” ataukah sudah benar-benar siap bekerja sepenuh hati demi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang belasan bahkan jutaan rakyatnya masih hidup prasejahtera alias miskin.
Jangan terjadi lagi ada menteri yang harus “menginap” beberapa tahun di penjara alias lembaga pemasyarakatan akibat kerakusan mereka. Cukup Idrus Marham dan Setya Novanto yang menjadi contoh nyata.
Karena nama para calon menteri belum diumumkan, tidak ada salahnya jika Pesiden bertanya satu per satu kepada mereka apakah benar-benar sudah siap berbakti kepada rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca juga: Kemenpora bantah Imam Nahrawi mundur
Jika para calon menteri sudah menyatakan kesanggupan mereka, silakan untuk dilanjutkan pelantikan mereka.
Adakah di antara mereka yang berani untuk mengatakan “tidak” kepada Jokowi?
Presiden Jokowi perlu memberi jaminan bagi masyarakat bahwa para pembantunya itu adalah benar-benar orang-orang yang 100 persen bisa dipercaya selama 5 tahun ke depan. Selamat bekerja para menteri.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA pada tahun 1982 s.d. 2018, pernah meliput acara kepresidenan pada tahun 1987 s.d. 2009