Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi Syafrani, menilai kasus suap dana hibah KONI yang menyeret nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi harusnya disikapi dengan pendekatan hukum bukan dengan opini publik.
"Secara normatif, semua harus mengedepankan sikap praduga tak bersalah. Tidak boleh menvonis orang bersalah sampai ada putusan hakim berkekuatan hukum tetap," kata Andi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Andi juga mengimbau kepada masyarakat untuk bersabar menunggu hasil penyidikan aparat penegak hukum terkait kasus ini.
"Kita harus menunggu semua proses hukum yang ada. Biarkan aparat hukum bekerja secara profesional," ucapnya.
Jika memang Imam Nahrowi tidak bersalah, lanjut Andi, tentunya yang bersangkutan akan terbebas dari hukum dan juga sebaliknya.
"Kita jangan gegabah memvonis orang yang belum tentu bersalah, kita tunggu saja," katanya.
Dalam vonis kasus hibah KONI, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy terbukti memberikan Rp11,5 miliar kepada pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Besaran uang itu diduga melalui tangan asisten pribadi atau aspri Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi atas nama Miftahul Ulum.
Dalam sidang putusan pada Senin (20/5), majelis hakim menyebutkan pemberian Rp11,5 miliar itu dilakukan secara bertahap.
Pemberian itu disebut untuk mempermudah pencairan dana hibah dari Kemenpora untuk KONI. Uang itu diberikan oleh Hamidy dan Johnny E Awuy sebagai Bendahara KONI.
Hamidy dan Awuy duduk sebagai terdakwa dalam persidangan dengan agenda pembacaan vonis tersebut.
"Bahwa juga Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy memberikan kepada saksi Miftahul Ulum selaku Aspri Menpora atau melalui orang suruhan staf protokoler Arif Saputra yang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar," kata hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.